PENCERAHAN TERHADAP MASALAH MENTALITAS MORAL DAN
KINERJA BANGSA **
Sekaligus menyambut harapan suksesnya
Pemilu Nasional 2014
Widjaja Kartadiredja
Pengantar
∏
Pemilu Nasional bukan “pesta demokrasi”
dengan makna hura-hura, melainkan sebuah momen penting untuk mempertaruhkan
bangsa Indonesia memiliki “seorang pimpinan nasional yang sekaligus sebagai
negarawan”. Yaitu pemimpin yang mampu
membangunkan bangsa untuk mengejar ketertinggalan dalam masalah mentalitas
moral dan nilai-nilai kinerja dalam dunia kerja dibanding dengan bangsa-bangsa
lain yang telah maju.
∏
Di sisi lain di belakang figur ini harus diyakini semua kalangan akan mendukungnya dan semangat rakyat
pun akan menggelora berpasrtisipasi melakukan pencerahan dan pengawasan terhadap
masalah-masalah mentalitas moral yang
terjadi di masyarakat dalam membantu aparat sekali pun hanya dalam bentuk
keberanian memberikan informasi., karena justru inilah penyebab esesnsial yang
kini telah membuat Indonesia makin meraja-lelanya tindakan-tindakan penyimpangan
dan penyelewengan yang terjadi di kalangan
masyarakat.
A. Latar belakang Pemikiran.
1.
Bangsa Indonesia sudah hampir 70 tahun menjadi
bangsa yang merdeka, namun kehidupan bangsa
masih sangat jauh dari harapan dan cita-cita kemerdekaan. Dengan fenomena seperti ini semua kalangan mesti
tergugah untuk bangkit memperjuangkan bangsa keluar dari kondisi yang membelenggunya. Diantaranya
lewat sumbangan pemikiran untuk mencari esensi
penyebabnya dan mengambil langkah penanggulangan sebagai solusi.
2.
Penyebab paling esensial atas fenomena
yang dihadapi bangsa pada dasarnya bersumber pada masalah mentalitas yang
berdampak buruk pada masalah moral (ahlak) dan masalah budaya kerja yang
keduanya saling berkaitan sebagai hukum sebab dan akibat. Contoh konkret yang
bisa menguatkan asumsi tentang konsekuensi masalah mentalitas kaitan dengan
masalah moral, dalam hal ini yang terkait perilaku korup dari sebagian kalangan
yang tidak amanah, dapat dikatakan bahwa mustahil Indonesia berada dalam kelompok
negara-negara terkorup di dunia, jika tidak karena masalah mentalitas moral. dan
lemahnya perilaku bangsa dalam dunia kerja.
3.
Dahulu di jaman perjuangan merebut
kemerdekaan dan setelah Indonesia merdeka tahun 1945, Bung Karno sangat besar perhatiannya
terhadap masalah mentalitas bangsa dengan sering dikumandangkan dalam
pidatonya istilah “character building” yang
terkait dengan masalah pembangunan bangsa. Oleh karena itu selayaknya kini semua kalangan
di negeri ini berkomitmen untuk melakukan tindakan yang sifatnya sangat urgen
sebagai berikut:
Pertama, membangun kembali
kepedulian pada pencerahan masalah mentalitas yang tujuan utamanya memperbaiki
dan menanamkan nilai-nilai moral yang baik dan menjauhi perilaku yang merugikan
bangsa.
Kedua, menanamkan
kepedulian pada masalah budaya kerja
yang sasaran utamanya untuk meningkatkan
kinerja dan memperbaiki etika kerja dalam skala nasional, agar bangsa ini dapat mengejar
ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah maju hingga mencapai kesejajaran
martabat dengan bangsa-bangsa lain.
4.
Tentunya banyak cara yang bisa dilakukan dalam upaya pencerahan masalah
mentalitas dan budaya kerja yang langkah awalnya dimulai dengan adanya
kreativitas pemikiran atau gagasan
tentang suatu objek yang harus diperbaiki, diluruskan, atau dibangun dengan
menggunakan sarana atau media yang tepat.
B.
Contoh Gambaran sebuah Gagasan.
1.
Dengan
maksud mengambil solusi lewat komitmen penceraham
terhadap masalah mentalitas dan budaya kerja seperti yang dijelaskan di atas, kiranya
lewat tulissan ini perlu dikemukakan sebuah contoh gagasan (yang dibuat oleh
Penulis sendiri selaku penggagas), untuk memberikan gambaran yang lebih konkret
terhadap substansi materi yang akan dijadikan objek bahasan. Gagasan ini dibuat dalam bentuk “pelatihan
singkat” dengan materi pokoknya tentang “sistem penilaian kinerja” yang ada kaitan dengan penerapakan kebijakan
sistem HRM (Human Resource Management) yang seharusnya ada atau dimiliki oleh
setiap lembaga/institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan bidang
pembinaan SDM. Sistem ini merupakan salah satu “management tool” dalam sistem HRM (dalam hal ini sistem Thomson CSF Cooperation,
Perancis), yang digunakan sebagai alat banding dalam penyusunan program pelatihan tersebut. Tujuannya adalah untuk menanamkan pemahaman atau wawasan dalam bidang pembinaan sumberdaya manusia yang
terkait erat dengan upaya peningkatan
kineja dan perbaikan etika kerja yang dilakukan melalui media pelatihan singkat. Dalam
contoh yang dibuat Penulis ini, nantinya Penulis sekaligus akan bertindak
sebagai Pengajar terutama untuk menyiapkan
“kader pengajar” bagi lembaga-lembaga/instansi yang mengakses
program ini..
2. Substansi
materi dari pelatihan singkat ini berupa
pemahaman (dan aplikasi) tentang sistem penilaian kinerja yang ada kaitan
dengan implementasi kebijakan sistem HRM yang landasan filosofinya
diorientasikan pada masalah peningkatan kinerja & perbaikan etika kerja, dimana
pemahaman ini merupakan sumbangan pemikiran yang sangat berharga bagi
para pengelola bidang SDM di tiap lembaga/institusi.
3. Pelatihan
ini dinamakan “Program Pelatihan
Kinerja” dengan maksud untuk dikenal dan dipopulerkan di jajaran
instansi pemerintahan (dan atau
perusahaan), untuk memberi pemahaman tentang pentingnya “istilah kinerja” bagi bangsa
Indonesia dalam upaya memperbaiki kehidupan dan martabat bangsa, serta memperkuat
daya tangkal terhadap berbagai tantangan yang dihadapi bangsa di abad modern sekarang
ini.
4. Pelaksanaan pelatihan dilakukan dalam bentuk in house training di lembaga-lembaga/instansi
yang mengakses program ini. Durasi pelatihan hanya 3 (tiga) hari dengan
kapasitas kelas 15 peserta, dengan target sasaran dilaksanakan di semua
regional (tahap awal bertempat di tingkat Pemerintahan Provinsi untuk
“penyiapan kader”) yang pesertanya adalah para pemegang fungsi bidang pembinaan
SDM. Kemudian materi yang diberikan
dalam pelatihan disebar-luaskan secara merata di tiap lingkup regional oleh
kader-kader yang telah disiapkan untuk tingkat
Kabupaten/Kota.
5.
Untuk dimaklumi, Program pelatihan
kinerja ini tema pokoknya adalah ”upaya membangunkan bangsa dari
ketertinggalan dalam budaya kerja”. Program
pelatihan ini tidak untuk dikomersilkan
karena tujuan akhirnya adalah untuk diabdikan bagi kepentingan bangsa. Namun demikian, untuk Pengajar diperlukan
kompensasi yang tidak memberatkan user , yaitu yang berupa akomodasi selama
mengajar, diberi honor pengajar tanpa
ditetapkan besaran tarifnya, atau diadakan negosiasi sebelumnya, dan diberikan biaya transportasi p.p. dari Bandung ke kota tujuan tempat
diselenggarakannya “in house training”.
6.
Penulis/Penggagas Program ini nantinya
sekaligus akan bertindak sebagai tenaga pengajar untuk penyiapan kader. Kader-kader inilah nantinya yang akan menyebar-luaskan
program ini di lingkungan regionalnya. Penulis
sangat optimis program pelatihan ini akan direspon oleh calon user karena punya
nilai guna dalam upaya membangun bangsa, namun
sayang dengan ide tersebut Penulis/Penggagas
terbentur pada masalah dana. Gambaran lengkap tentang manfaat pelatihan dan prospek penyebar-luasan pelatihan
dituangkan dalam “Profil Program Pelatihan Kinerja” yang disertakan bersama
naskah ini. Insya Allah nantinya atas
bimbingan Penulis yang akan bertindak sebagai Pengajar, paling sedikit dalam tempo
3 bulan akan dapat disiapkan sejumlah kader Pengajar untuk memulai tahap awal menyebar-luaskan
program pelatihan kinerja di sejumlah lembaga/instansi.
(Catatan : Dalam “Proposal Umum Program Pelatihan
kinerja” disebutkan dalam periode 3 tahun pertama Program Pelatihan ditargetkan
dapat di-trained 1.800 peserta, termasuk di dalamnya sejumlah lebih dari 100
orang dijadikan kader).
C.
Dampak Positif Program Pelatihan
Kinerja.
1.
Tulisan-tulisan
yang telah diedarkan di website dalam sejumlah blog dan ulasan-ulasan singkat tentang
Program Pelatihan Kinerja telah banyak dibaca oleh pembaca di website. Hanya
saja selama ini belum ada respon atas tawaran program ini karena faktor yang terkait dengan masalah
kondisi bangsa saat ini. Kecuali nanti (paska
Pemilu Nasional 2014) jika situasi politik di negeri ini sudah dalam keadaan
kondusif, dimana pimpinan nasional respek terhadap masalah-masalah sistem yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia
khususnya yang terkait dengan masalah mentalitas moral dan budaya kerja, mestinya
program ini akan banyak direspon ,atau bahkan diberlakukan secara nasional.
2.
Manfaat program pelatihan kinerja
selain berguna untuk kepentingan generasi
sekarang, juga berguna untuk generasi penerus sabagai pewarisan nilai-nilai
dalam bidang pembangunan sumberdaya manusia, dimana kondisi bangsa saat ini
masih terus bergulir dalam keterpurukan berkepanjangan dan semakin terkikisnya
nilai-nilai pengabdian di kalangan bangsa kita terutama pada dekade belakangan ini.
3.
Dalam
berintrospeksi dan bermawas diri terhadap fenomena yang dihadapi bangsa selama
ini, hendaknya kita mau menoleh ke
belakang dan melihat ke depan, dimana kehidupan Bangsa Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh tiga konstelasi
perjalanan sejarah, yaitu : Pertama,
periode jaman penjajahan kolonial yang mewariskan nilai-nilai mentalitas binaan
kolonial a.l. seperti budaya feodalisme,
yang waktu itu di sisi lain berhadapan dengan nilai-nilai pengabdian di jaman
revolusi phisik dari pihak bangsa kita, dimana kini justru nilai-nilai
pengabdian itu keberadaannya sudah hampir
sirna dan karenanya nilai-nilai ini harus
dihidupkan kembali. Kedua, periode jaman
kemerdekaan yang berhadapan dengan isme
kapitalis dan neoliberal yang tidak membuahkan kesejahteraan bagi rakyat dalam pembangunan. Ketiga, periode generasi mendatang yang
masih penuh tanda-tanya, karena tidak jelasnya nilai-nilai keteladanan yang
harus diwariskan dari gegerasi sekarang kepada generasi penerus.
4.
Itulah dampak positif dari Program
Pelatihan Kinerja yang bertemakan “Upaya Membangunkan Bangsa dari Ketertingalan Dalam Budaya Kerja”. Keterangan tentang
Thomson CSF Cooperation, Perancis, dan contoh pengalaman penting saat melihat dalam menerapkan sistem HRM Thomson tersebut
di sebuah perusahaan besar di Perancis (BRGM Company), dapat dilihat pada
“LAMPIRAN”.
Salam hormat Penulis/Penggagas
Widjaja Kartadiredja, Letkol. Purn.
==============================
LAMPIRAN
Keterangan tentang
Thomson CSF Cooperation dan contoh temuan pengalaman dalam menerapkan sistem HRM Thonson CSF Cooperation yang secara
singkat dapat dipaparkan sebgai berikut :
1. Ketika penulis masih berdinas aktif di sebuah perusahaan BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) di Bandung, tahun 1992 Penulis bersama dengan sebuah tim melaksanakan misi survei di beberapa lembaga
pendidikan dan industri bidang “weaponry” di Perancis, yaitu dalam rankgka
finalisasi pembuatan Master PlanTraining bidang Weaponry, Dalam melaksanakan misi survey Penulis punya kesempatan
di luar tim yaitu mempelajari dasar-dasar kebijakan
tentang implementasi sistem HRM di sebuah lembaga pendidikan, yaitu Thomson CSF Cooperation, Perancis. Pelajaran yang
diperoleh pada kesempatan tersebut punya nilai penting untuk bahan
studi banding dalam bidang pembinaan sumber daya manusia,
yaitu nilai pembaharuan pemahaman dalam penerapan sistem HRM yang berkaitan dengan penilaian
kinerja.
2. Topik materi yang diberikan dalam waku yang sangat
singkat, cukup sederhana, yaitu :
Explanation of the Job description and evaluation, Description of the
individual performance appraisal interview,
Career development, Wage line policy,
On the job interview of HRM of sister
companies having implemented the system (diegan catatan untuk topik ini istitusi
nyang dikunjungi adalah BRGM Company di kota Bordeaux).
3. Thomson CSF Cooperation, adalah sebuah
lembaga pendidikan dibawah perusahaan
Thomson yaitu sebuah perusahaan ternama di Perancis (yang tentunya juga di
kawasan Eropa) yang waktu itu perusahaan Thomson memiliki manpower termasuk di
semua cabang perusahaannya, sebanyak 106.000 orang. Sistem HRM yang digunakan oleh perusahaan
Thomson adalah dikenal dengan sistem Thomson CSF Cooperation. Sistem ini tidak hanya digunakan di lingkungan
perusahaan Thomson sendiri, melainkan di perusahaan-perusahaan di luar
Thomson. Diantaranya BRGM Company di
kota Bordeaux, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang survei geologi
dan mineral, yang waktu itu memiliki personil 1.000 orang engineer kimia dan
geologi, menggunakan sistem Thomson.
Waktu itu Penulis dibawa oleh specialist HRM dan Manajer HRM Thomson CSF
Coperation ke perusahaan ini untuk melihat di lapangan tentang penerapan
kebijakan Sistem HRM model Thomson CSF Cooperation.
4. Salah satu contoh manfaat yang diperoleh
dari melihat penerapan sistem HRM Model Thomson CSF Cooperatioan, Perancis,
dengan melihat penerapan sistem tersebut di sebuah perusahaan besar di
Bordeoux, Perancis, yaitu BRGM Company, adalah sebagai pengetahuan untuk
digunakan sebagai bahan studi banding dalam bidang HRM khususnya terkait dengan
penanganan “job requirement” dan “Sistem Penilaian Kinerja”.
5. Sebuah
contoh pengalaman berharga yang diperoleh dari melihat penerapan sistem
HRM di BRGM Company, seorang Staf
Directorat Human Resources bernama G. Duermael, yang posisinya sebagai Biro
Employment and Careers, mangatakan dalam
penjelasannya bahwa perusahaan tersebut telah lama berusaha memperbaiki sistem HRM
terutama yang terkait dengan sistem
penggajian, namun tidak pernah berhasil.
Tapi setelah menerapkan sistem Thomson, dalam waktu dua tahun
perusahaannya telah mendapatkan titik terang untuk mengadakan perbaikan
dalam kebijakan sistem penggajian, yang
pada waktu itu dikatakan dengan rasa optimis penanganan perbaikan sistem
penggajian ditargetkan akan bisa dituntaskan dalam waktu setengah tahun.
6. Yang
dimaksud dengan pernyataan Mr. Duermael tersebut di atas, dapat dijelaskan
sebagai berikut : Dalam sistem Thomson ada dua
“management tools” (alat manajemen) yang sangat penting dalam
implementasi kebijakan HRM, : Mangement tool yang pertama, ialah progress
dari hasil penggarapan “job description dan job evaluation” yang menghasilkan “job requirement" untuk tiap jenis pekerjaan (job requirement
ialah persyaratan kemampuan untuk dapat memangku atau menjalankan pekerjaan),
dimana job requirement dapat dipakai sebagai dasar dalam menetapkan “bobot pekerjaan” (“the weight of
the job”) yang nantinya bobot pekerjaan ini akan dipakai dasar dalam menetapkan
kebijakan sistem penggajian. Sedangkan
manajemen tool yang kedua, ialah “penilaian kinerja” yang dari segi pembinaan
sumberdaya manusia berfungsi sebagai alat untuk mendorong tenaga kerja meraih
prestasi yang lebih baik, karena semua aturan yang menyangkut hak dan kewajiban
tenaga kerja dalam sisterinym HRM-nya berlandaskan pada “reward system yang
adil”, baik yang terkait dengan sistem penggajian maupun dengan sistem
pembinaan karir.
7. Dari
contoh pengalaman tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa tanpa diterapkannya kebijakan sistem HRM di suatu
lembaga/institusi, atau dengan kata lain
apabila lembaga/institusi tidak memiliki sistem HRM, maka lembaga/institusi
tersebut tikak akan dapat membenahi sistem penggajian (termasuk sistem
pembinaan karir) ∏.
D. Pemberitahuan bagi Pembaca.
∏ Penulis / Penggagas Program Pelatihan
Kinerja “bersedia memberikan audiensi di tingkat Pemprov atas permintaan” tanpa
mengganggu kegiatan Pemilu Nasional
2014, dengan harapan dan
kemungkinan nantinya tertarik untuk mengakses program Pelatihan di lembaganya. Audiensi cukup dihadapan Bpk. Wakil
Gubernut dengan seorang
Penanggung jawab Bidang Pembinaan SDM.
∏ Tidak menutup kemungkinan Program Pelatihan
Kinerja ini diperlukan di negara tetangga
antara lain di negeri Jiran (Malaysia) , kami siap datang ke sana jika
diminta untuk memberikan substansi materi pelatihan. Berkenan tulisan ini diketahui oleh Yth. Bpk
Kedutaan Besar R.I di
Kualalumpur.
∏ Pada dasarnya Program Pelatihan Kinerja ini tidak untuk dikomersilkan melainkan untuk diabdikan bagi kepentingan
bangsa dan kami butuh tim untuk kerjasama melaksanakannya. Hubungi
Email widiakertapranata@yahoo.co.id atau phonecel
085 863 897 762 Terima kasih.
File :
KINERJA DUPREVFINAL (WEBSITE)