Upload
November 4, 2013
38/33
Naskah
Khutbah Jum’at :
MAKNA DI BALIK PERGANTIAN TAHUN BARU HIJRIYAH
(1435)
Disusun oleh : H. Widjaja Kartadiredja
Ayat Alqur’an yang dibaca pada Mukadimah Khutbah
Jum’at :
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£‰s% 7‰tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
(Artinya :
‘Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya untuk hari esok (hari akhirat), dan betakwalah kepada
Allah. Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan‘. QS.59 : 18).
Hadirin sidang
jum’at rahimakumullah,
Dalam kalender Islam tanggal 5 November
2013 adalah tahun baru Hijriyah 1 Muharam 1435. Kurang dari sebulan lagi, dalam kalender Masehi, kita pun akan memasuki tahun baru 1 Januari
2014. Kedua tahun baru ini baik tahun baru Hijriyah maupun tahun baru Masehi, hendaknya tidak untuk
diperingati dengan berlebihan, melainkan hanya untuk mensyukuri dan memetik makna di balik pergantian tahun untuk dijadikan tonggak perubahan menuju perbaikan tatanan kehidupan bangsa, yang berlandaskan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
di tahun-tahun mendatang.
Sudah jadi kebiasaan bangsa kita dalam menyambut pergantian
tahun, terutama tahun baru Masehi, dilakukan dengan berlebihan oleh sebagian kalangan masyarakat
termasuk kalangan anak-anak muda, yaitu dalam bentuk kegiatan yang sifatnya pesta-pora. Dalam kondisi bangsa sekarang ini tentunya cara yang demikian itu dapat diartikan sebagai tradisi yang kurang atau bahkan tidak membawa maslahat, kerena
tujuannya bukan untuk pesta pora, melainkan sebagai bentuk pernyataan rasa syukur atas nikmat yang dianugrahkan
Allah kepada kita, yang
banyak tidak disyukuri selama ini. Maka dari itu, khusus bagi kaum
muslimin, setiap datangnya tahun baru,
baik tahun baru Masehi maupun tahun baru Hijriyah, hendaknya disikapi sebagai upaya pengingat untuk mensyukuri
dan memperbaiki perjalanan hidup kita di tahun-tahun mendatang, baik dari segi kepentingan urusan dunia
maupun urusan yang bersifat ukhrawi.
Sebagai
salah satu acuan dalam menyongsong
tahun-tahun baru ke depan, dalam Surat Al-Hasyr (QS. 59) ayat 18 Allah telah mengingatkan orang-orang
yang beriman untuk menyiapkan bekal di hari esok (hari akhirat) dengan
firman-Nya :
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£‰s% 7‰tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya :
‘Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (hari akhirat), dan betakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang
kamu kerjakan‘ (QS.59 : 18).
Ayat inilah
hendaknya yang mestinya dipakai sebagai acuan dalam memperingati pergantian
tahun, dan bukan dengan pesta pora yang
justru dapat melupakan tujuan utamanya.
Ayat ini adalah bentuk
kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang beriman untuk meningkatkan ketakwaan
dan bersiap diri untuk bekal di hari kemudian, karena sesungguhnya Allah
mengawasi dengan sangat teliti apa yang dikerjakan oleh hamba-hambaNya.
Tahun baru Hijriyah ditetapkan dari peristiwa hijrahnya
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dari Makkah ke Madinah dalam perjuangan
menegakkan Islam. Tujuan hijrah pada waktu itu ialah untuk menghidari
penganiayaan yang sangat berat dari kaum musyrikin kepada pemeluk Islam di
Makkah, dan
mencari basis yang kuat untuk melaksanakan da’wah menyebarkan agama Islam.
Istilah hijrah oleh kalangan ulama salaf kemudian tidak hanya diartikan sebagai
perpindahan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain, tapi dikembangkan ke
dalam tiga pengertian, yaitu : 1)
hijrah tempat, 2) hijrah amal,
dan 3) hijrah pelaku kemaksiatan.
Hijrah tempat : maksudnya berpindahnya seseorang dari suatu tempat yang banyak terdapat
kemaksiatan dan kefasikan, ke tempat
yang tidak ada kemaksiatan dan kefasikan; hijrah dari negara kafir ke
negara yang tidak ada kekafiran, dan hijrah yang paling besar adalah hijrah
dari negara kafir ke negara Islam. Ulama menyebutkan wajib hukumnya hijrah dari
negara kafir ke negara Islam, apabila seseorang tidak mampu menampakkan agamanya. Namun apabila mampu menampakkan agamanya
hijrah tidak wajib akan tetapi sunat hukumnya.
Hijrah amal : maksudnya hijrahnya
seseorang dari segala yang dilarang Allah dari maksiat dan kefasikan. Sebagai contoh, seperti dimaksud dalam sabda Nabi SAW yang artinya
: Orang muslim
adalah orang yang orang muslim lainnya selamat dari lisannya, dan tangannya,
dan muhajir adalah orang yang berhijrah dari segala larangan Allah.
Hijrah pelaku kemaksiatan : maksudnya
menghijrahkan mereka yang melakukan tindakan kejahatan apabila ada
kemaslahatan, sehingga kembali ke jalan yang benar.
Ketiga macam pengertian hijrah ini merupakan tindakan
mulia yang jika dapat dijalankan dapat dikategorikan sebagai jihad fisabililah.
Sekarang marilah kita lihat fenomena dalam kehidupan
manusia di jaman sekarang untuk diantisipasi, agar tujuan kearah perbaikan di tahun mendatang diketahui
penghalang utamanya. Bahwa godaan yang paling besar yang melanda umat
manusia, lebih-lebih di abad modern yang serba benda sekarang ini, adalah godaan
duniawi. Manusia seolah sudah
demikian larut dengan keinginan untuk meraup segala kenikmatan materi, yang
membuat hidupnya cenderung lebih mengutamakan kepentingan dunia ketimbang
kepentingan akhirat, atau bahkan
meninggalkan akhirat. Sikap hidup seperti ini dalam
Alqur’an dinamakan hubbud dunya, yang
artinya cinta dunia.
Mengapa sifat hubbud
dunya harus menjadi objek bahasan dalam kaitan dengan perbaikan kehidupan
umat manusia ? Jawabannya adalah
karena hubud dunya adalah perilaku
manusia yang akan membawa pelakunya bersifat tamak dan rakus. Sifat tamak dan rakus dari segi religi tidak
hanya akan merugikan pelakunya sendiri, akan tapi juga masyarakat akan terkena
dampaknya. Kejahatan korupsi misalnya,
tidak mungkin akan dilakukan oleh orang-orang yang punya sifat konaah,
kecuali oleh orang-orang yang tamak dan rakus.
Mereka-mereka itu dalam Alqur’an digolonngkan kedalam orang-orang yang
celaka sebagaimana firman Allah dalam
Surat Ibrahim ayat 2 dan 3 yang berbunyi :
Allaahil ladzii lahuu maa fis samaawaati wa maa fil ardhi, wa wailul lil
kaafiriina min ‘adzaabin syaadiid.
Alladziina yastahibbuunal hayatad’ dunyaa ‘alal aakhirati wa yashuduuna
‘an sabiilillaahi wa yabghuunahaa ‘iwaja,
ulaa-ika fii dhaalalim ba’iid.
Artinya : Allah-lah yang memiliki segala yang ada di langit dan di
bumi. Dan celakalah orang yang ingkar
kepada tuhan (kafirin) karena siksaan yang sangat pedih,
(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan
menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menghandaki jalan yang bengkok.
Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.(QS.14: 2-3).
Manusia dikatakan dalam keimanan, apabila ia beriman
kepada Allah dan hari akhir. Iman kepada
Allah tanpa diiringi dengan iman kepada hari akhir, atau lupa pada hari kebangkitan, adalah
pengingkaran terhadap keimanan. Allah SWT menyamakan orang-orang yang seperti
ini sebagi orang-orang celaka sepeprti
yang ditegaskan dalam ayat tadi, ‘wa
wailul lil kaafiriina min adzabin syaadiid’ (celakahah orang-orang yang
ingkar kepada Tuhan kerena siksaan yang sangat berat).
Memahami tuntunan para ulama salaf dalam pandangannya
tentang pengertian hijrah dengan
dihadapkan pada fenomena kehidupan manusia yang dijelaskan tadi, maka sikap
yang harus sama-sama dilakukan oleh setiap muslim khususnya dalam momentum
pergantian Tahun Hijriyah, adalah :
“Memahami
makna hijrah sebagai upaya meninggalkan perilaku yang buruk menuju perilaku
yang baik, yang akan mendapatkan ridha Allah dalam segala aspek, untuk mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat, dan menciptakan tatanan kehidupan bangsa yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafuur”.
Sebagai konsekuensinya, maka setiap muslim berkewajiban mewujudkan pemahaman tersebut dalam dirinya dengan
tindakan nyata dalam bentuk memerangi hawa nafsu dalam diri, atau dengan kata lain
bisa dipertegas dengan sebutan melakukan
jihad terhadap diri sendiri.
Sebagai contoh misalnya, katakan
dalam hati : “Kalau selama ini saya adalah seotang hakim yang zalim yang dimurkai
Allah, maka sekarang juga saya harus menjadi hakim
yang adil” dalam menjalankan yang diamanatkan Tuhan pada saya di atas sumpah, demi mendapatkan keselamatan diri dari murka Allah” ; “Kalau selama ini saya adalah pejabat yang tidak amanah
yang tidak disukai rakyat dan dibenci Allah, maka sekarang juga saya harus menjadi
pejabat yang amanah” untuk keselamatan diri dari laknat Allah dan demi kesejahteraan
rakyat yang harus saya pertanggung-jawabkan kelak di hadapan Tuhan, ; dan seterusnya, dan seterusnya.
Demikian
naskah khutbah Jum’at yang disajikan
melalui website. Penulis akan sangat berterima kasih kepada pembaca yang dapat
menebarkan tautan ini kepada teman di mana pun berada untuk
penyebar-luasan syiar ini lewat khutbah
Jum’at.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan-Nya agar bangsa kita mampu memperbaki tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang berlandaskan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. **
Barakalaahu lii
wa lakum fil Qur’aanil adhiim, wa
nafaanii wa iyyaakum bimaa fiihi minal aayaati wadz-dzikril hakim. Wa taqabbala minnii wa minkum, tilaa watahu
innahu huwas-samii ’ul aliim. ∏
0 komentar:
Posting Komentar