KORUPSI
DILIHAT DARI
SUDUT PANDANG AGAMA DAN NILAI-NILAI MORAL
Sebuah Renungan
Menjelang Pelaksanaan Pemilu Nasional 2014
Upload Mey 29, 2014
Oleh :
widjaja kartadiredja
1. Menjelang
pelaksanaan Pemilu Nasional 2014 untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang
tinggal menghitung hari, marilah kita renungkan masalah krusial yang
dihadapi bangsa Indonesia selama ini,
yaitu masalah korupsi. Korupsi adalah
merupakan momok yang sangat menakutkan bagi
bangsa kita. Orang sering mengatakan
korupsi telah membudaya di kalangan
bangsa kita. Tapi sebenarnya dengan
sebutan “telah membudaya” mungkin kurang tepat, karena dengan sebutan ini justru
dapat menggiring opini seolah masyarakat telah turut melegitimasi korupsi. Padahal korupsi itu sendiri adalah kejahatanan
yang sangat dibenci oleh masyarakat, dan harus terus dibenci untuk mengusirnya
dari bumi Indonesia.
2. Dengan
sebutan “telah membudaya”, barangkali karena ada penyama-rataan perilaku antara “korupsi” yang umumnya
terjadi di tingkat kekuasaan yang berdampak
merugikan bangsa dan negara, dengan “ekses samping” di tingkat bawah yang
mungkin lebih tepat disebut sebagai “penyimpangan terhadap peraturan yang
berlaku”. Adanya ekses samping di
tingkat bawah adalah akibat tidak adanya keteladaan dan pengawasan dari atas. Dengan
demikian untuk mencegah terjadinya “ekses samping” di tingkat bawah, esensinya
harus didahului dengan adanya contoh keteladan dari pemegang kekuasaan yang ada
di level atas, yaitu pejabat yang mencerminkan “track record” yang bersih, baik
yang terkait dengan masalah korupsi atau pun masalah dedikasi, yang akan membawa
konsekuensi berfungsinya faktor pengawasan dari atas ke bawah. Di bidang
ketentaraan ada pepatah yang mengatakan “tidak ada prajurit yang jelek kecuali
pimpinan”. Pepatah ini bisa dijadikan
pelajaran bahwa baik-buruknya moral bawahan adalah tidak terlepas dari
tanggung-jawab pimpinan.
3. Jika
dikaitkan dengan masalah potensi moral, sesungguhnya bangsa kita punya prospek
yang sangat positif dalam pembangunan sumberdaya manusia, karena bangsa kita
adalah bangsa yang “religius”. Tentunya semua ajaran agama meyakini bahwa
korupsi adalah kejahatan yang sangat merugikan bangsa dan negara, yang dilarang
dan dilaknat oleh Tuhan jika dilakukan, yang diancam dengan siksa atau adzab
yang sangat keras. Tapi kenapa korupsi itu
justru makin meraja-lela? Barangkali penyebab yang paling krusial adalah karena
faktor lingkungan yang terkait dengan lemahnya sistem manajemen, yang membuat
hilangnya rasa takut sipelaku akan ancaman adzab dari Tuhan jika ada peluang
untuk melakukan kejahatan. Disamping itu rendahnya nilai-nilai moral dan penghayatan
agama sipelaku (koruptor) yang membuatnya tidak yakin bahwa adzab itu akan terjadi.
Padahal ancaman adzab sebagai janji
Tuhan itu tidak bisa didustakan, artinya
ancaman adzab itu pasti terjadi.
4. Dulu,
di zaman orde baru ada Lembaga Penataran P-4 (Pemahaman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila) yang substansi materinya mengandung nilai-nilai
pencerahan terhadap masalah mentalitas moral berdasarkan Pancasila sebagai ideologi
Negara, tetapi kemudian (di zaman pemerintahan Gusdur) lembaga penataran itu
dicabut, tanpa ada solusi penggantinya.
Waktu itu (ketika masih di zaman permerintahan Soeharto), Penataran P-4 menjadi prasyarat bagi mereka
yang duduk dalam jabatan di pemerintahan, dan wajib diikuti oleh karyawan pemerintahan, kalangan
perusahaan, dan kalangan masyarakat. Mungkin
akan dirasa ganjil kalau sekarang ada warga masyarakat yang masih mau
menyinggung masalah lembaga penataran seperti ini, yang dianggap sebagai media
untuk mencerdaskan masyarakat melalui pemahaman tentang idiologi negaranya, yaitu Pancasila. Tapi nyatanya memang lembaga penataran seperti
ini sungguh sangat diperlukan, disamping untuk mencerdaskan masyarakat/bangsa
di bidang ideologi, juga sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dan
masyarakat. Ide-ide tentang partisipasi
masyarakat dalam pembangunan dan masukan-masukan penting dari berbagai aspek
terkait dengan masalah mentalitas moral,
bisa ditampung sebagai masukan berharga bagi kalangan pemerintahan.
5. Sekarang
ini dipandang dari kebutuhan akan pembinaan mentalitas moral bagi kalangan
masyarakat yang diprogramkan oleh pemerintah (semacam contoh Program Penataran
P-4 yang diutarakan ini), pemerintah sudah tidak lagi memilikinya. Tidak menutup kemungkinan, lembaga penataran
semacam Penataran P-4 ini ke depan perlu dibangun kembali.
6. Sebentar
lagi bangsa kita akan melaksanakan Pemilu
Nasional 2014 untuk memilih Prediden dan Wakil Presiden periode 2014-2019. Ini adalah
momen yang sangat penting untuk mempertaruhkan bangsa Indonesia memiliki
seorang “pimpinan nasional yang sekaligus sebagai negarawan”. Permasalahan
krusial yang sangat berat yang dihadapi dalam
kepemimpinan di Indonesia adalah masalah kapabilitas pimpinan yang mampu
atau berani membrantas korupsi sampai ke akar-akarnya tanpa pandang bulu. Artinya prasyarat utama dari seorang
pemimpin yang didambakan rakyat adalah
yang benar-benar bersih “track
recordnya” dari masalah korupsi, disamping punya karakter yang jujur, adil, pro
rakyat, tegas, dan tidak takut pada
manusia melainkan takut pada Tuhan, yang dari sudut pandang religi pola
hidupnya benar-benar berlandaskan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
7. Do’a kita dalam menghadapi Pemilu Nasional
2014, Semoga
Tuhan yang Maha Kuasa menganugrahkan kepada bangsa Indonesia pimpinan nasional yang didambakan rakyat yang mampu
membangun Indonesia menjadi bangsa yang setara dengan bangsa-bangsa lain yang
telah maju dan bebas dari masalah korupsi. Aamiiin. ∏
Catatan :
Nama file : Sama dengan nama
Judul.
0 komentar:
Posting Komentar