Deskripsi
kepemimpinan dan hasil analisis penerapannya dalam proses penyelenggaraan
Pilkada (2) :
PILGUB JABAR PERLU TAMPILKAN PEMIMPIN KONTEMPORER
SEPERTI SOSOK JOKOWI
Penulis : Widjaja Kartadiredja/letkol Purnawirawan
SEPERTI SOSOK JOKOWI
Penulis : Widjaja Kartadiredja/letkol Purnawirawan
Jokowi Sosok Pemimpin Kontemporer.
Seorang budayawan, Jakob Sumardjo, menulis tentang kepemimpinan Joko Widodo dalam Pikiran Rakyat terbitan 21 November 2012 berjudul “Paradoks Jokowi”. Di awal tulisannya ia katakan, Jokowi sedang memainkan peran paradoks lokal. Paradoks bagi dunia modern ditolak, tetapi bagi kearifan lokal justru kebenaran ultima. Dia terpilih sebagai Gubernur Jakarta sudah merupakan paradoks. Ia orang pedalaman yang ingin memimpin kota metropolitan. Cara berpikir modern langsung menolaknya karena paradoks, tidak masuk akal dan akan gagal. Tapi justru di luar dugaan manusia paradoks seperti ini yang dipilih rakyat.
Seorang budayawan, Jakob Sumardjo, menulis tentang kepemimpinan Joko Widodo dalam Pikiran Rakyat terbitan 21 November 2012 berjudul “Paradoks Jokowi”. Di awal tulisannya ia katakan, Jokowi sedang memainkan peran paradoks lokal. Paradoks bagi dunia modern ditolak, tetapi bagi kearifan lokal justru kebenaran ultima. Dia terpilih sebagai Gubernur Jakarta sudah merupakan paradoks. Ia orang pedalaman yang ingin memimpin kota metropolitan. Cara berpikir modern langsung menolaknya karena paradoks, tidak masuk akal dan akan gagal. Tapi justru di luar dugaan manusia paradoks seperti ini yang dipilih rakyat.
Isi bahasan tidak bisa dilihat secara hitam putih atau lebih tepatnya dilihat dari segi pro dan kontra terhadap figur kepemimpinan Jokowi. Namun isi tulisan sangat tepat untuk digunakan bahan analisis, untuk melihat kepemimpinan seseorang secara komprehensif dipandang dari berbagai aspek yang bersifat kontradiktif dan berlawanan.
Di akhir tulisannya ia katakan bahwa Jakarta itu adalah micro-Indonesia. Memerintah Jakarta sama rumitnya dengan memerintah Indonesia. Ini menunjukkan bahwa penulisnya melihat betapa berat tugas Jokowi sebagai Gubernur di kota mentropolitan seperti Jakarta. Hingga akhirnya ia berharap bahwa fenomena paradoks Jokowi, mudah-mudahan membawa angin segar dalam dunia kepemimpinan di Indonesia.
Sebenarnya jika ingin tahu tentang pro dan kontra terhadap kepemimpinan Jokowi, dapat melihat komentar-komentar pemirsa dalam tayangan di situs internet antara lain lewat twitter atau yahoo messenger. Sangat jarang pemerhati yang menyatakan tidak antusias pada sosok Jokowi, kebanyakan pemerhati sangat puas dengan penampilan Jokowi pada masa kampanye hingga terpilihnya menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan terhadap aktivitasnya setelah dilantik sebagai Gubernur.
Penulis fokus menyimak sosok Jokowi baru sejak pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta tahap dua sampai pada pelantikan beliau sebagai Gubernur dan aktivitasnya sesudah beliau menjadi orang nomor 1 di DKI Jakarta, yaitu lewat berita-berita atau tayangan-tayangan di situs internet.
Kalau pun ada sikap yang kontra terhadap figur kepemimpinan Jokowi, adalah hal yang wajar. Karena penilaian seseorang terhadap suatu objek, dalam hal ini terhadap sosok kepemimpinan Jokowi, tidak terlepas dari faktor subjektivitas. Karena itu dipandang dari fenomena yang ada dalam kondisi bangsa saat ini, maka figur kepemimpinan Jokowi akan tetap eksis dipandang dari sudut kontemporer dalam dunia kepemimpinan di Indonesia.
Apa yang dilakukan Jokowi, sebagai contoh dengan blasak-blusuknya ke kampung-kampung kumuh dan terminal-terminal kotor di kota metropolitan di jaman teknologi canggih dan budaya modern, tidak akan mengurangi nilai kepemimpinannya, karena hal itu dilakukannya dalam rangka "pemantauan klim kerja, lingkungan, dan masyarakat" dalam posisi beliau sebagai pejabat baru, agar nantinya mampu melakukan tindakan kepemimpinan yang tepat secara situasional. Kalau pun cara kerja seperti ini bukan karena alasan pejabat baru, akan tetapi dilakukan karena telah menjadi karakternya, justru itulah pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.
Giliran Penyelenggaraan Pilgub Jabar
2013.
Usai Pilgub di DKI Jakarta dengan kemenangan pasangan Jokowi-Ahok seperti terurai di atas, kini giliran Jawa Barat menghadapi penyelenggaraan Pilgub 2013. Mudah-mudahan seperti DKI Jakarta, Pilkada Jabar pun dapat meraih kemenangan dengan didapatkannya calon pemimpin yang tepat di Tatar Sunda, setidaknya kualifikasinya sekelas Jokowi, atau bahkan di atas Jokowi. Lima pasangan kontestan telah ditetapkan oleh KPU yang kini para pasangan tengah menyelesaikan persyaratan administrasi termasuk test kesehatan, untuk kemudian menghadapi pertarungan untuk merebut kemenangan dalam Pilgub Jabar 2013.
Usai Pilgub di DKI Jakarta dengan kemenangan pasangan Jokowi-Ahok seperti terurai di atas, kini giliran Jawa Barat menghadapi penyelenggaraan Pilgub 2013. Mudah-mudahan seperti DKI Jakarta, Pilkada Jabar pun dapat meraih kemenangan dengan didapatkannya calon pemimpin yang tepat di Tatar Sunda, setidaknya kualifikasinya sekelas Jokowi, atau bahkan di atas Jokowi. Lima pasangan kontestan telah ditetapkan oleh KPU yang kini para pasangan tengah menyelesaikan persyaratan administrasi termasuk test kesehatan, untuk kemudian menghadapi pertarungan untuk merebut kemenangan dalam Pilgub Jabar 2013.
Bagaimana sikap masyarakat pemilih selaku pemegang hak pilih dalam pelaksanaan Pilgub yang pencblosannya akan dilakukan 24 Februari 2013? Penulis bukan dari kalangan partai ataupun kader. Penulis adalah seorang warga masyarakat yang terpanggil untuk berpartisipasi lewat sumbang-saran pemikiran, demi suksesnya rekrutmen calon pemimpimpin di Provinsi Jawa Barat. Jawaban pertanyaan tadi adalah “masyarakat tidak pasif dalam menghadapai Pilkada ini”. Masyarakat harus punya “niat akbar” untuk suksesnya Pilkada, yaitu “dapat memilih pemimpin yang benar-benar mampu meneruskan dan melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat”. Tidak asal pilih, tidak terpengaruh oleh iming-iming, umbar janji, apalagi oleh kecurangan lewat praktek politik uang. Semua itu merupakan sebuah kecurangan dalam proses demokrasi untuk mewujudkan pembangunan demi kesejahteraan rakyat.
Tanpa bermaksud mengkultuskan seseorang, tapi patut kiranya dipakai sebagai acuan dalam memilih calon pemimpin, maka tepatlah kiranya jika Jokowi yang dianggap sebagai pemimpin kontemporer saat ini dijadikan acuan atau conto figur yang diinginkan oleh masyarakat Jawa Barat dalam Pilkada.
Disimpulkan oleh penulis adanya tiga kriteria yang minimal dicerminkan oleh sosok Jokowi dalam Pilgub DKI Jakarta, yaitu dari segi karakter (integritas kepribadian), kepemimpinan, dan keterbukaan. Ketiganya bisa dijabarkan sebagai berikut :
1) Dari segi karakter (integritas kepribadian) figur tersebut punya ciri khas : sederhana, tidak arogan, pro rakyat, jujur dan jauh dari sifat munafik ;
2) Dari segi kepemimpinan : Figur tersebut menerapkan kepemimpinan lewat wibawa atau
disebut “daya pengaruh” dan bukan dengan kekuatan wewenang atau kekuasaan. Artinya ia adalah pemimpin yang tidak
otoriter, bijaksana dan tegas.
3) Dari segi keterbukaan, atau lebih tepatnya
keterbukaan manajemen : adanya
komunikasi dua arah antara birokrat dan masyarakat, karena peran utama aparat adalah dalam bidang pelayanan masyarakat.
Disamping itu dari
sudut agama, ahlak dan moral, adalah
: iman dan takwa, takut pada hukum
Tuhan, tidak terindikasi kasus korupsi, dan punya semangat pengabdian untuk
kepentingan bangsa.
Barangkali kriteria tersebut diatas bisa di pakai sebagai acuan bagi masyarakat pemilih dalam membuat ancang-ancang dalam menetapkan calon pemimpin (Cagub-Cawagub) jauh hari sebelum pelaksanaan pencoblosan, 24 Februari 2013.
Jawa Barat yang sering disebut Tatar Sunda atau Tanah Pasundan merupakan aset di Nusantara yang memiliki potensi yang tiada tara, sehingga dari segi kemakmuran dan tata pemerintahan di Tatar Sunda, nenek moyang penduduk pribumi menyebutnya negri yang “gemeh ripah loh jinawi, tata tengtrem kerta raharja”, yang artinya tanah yang subur makmur dan pemerintahan yang aman tentram dan sejahtera.
Masyarakat akan sangat kecewa jika Pilkada Jabar 2013 tidak berhasil memilih pemimpin yang mampu mempertahankan dan memberdayakan potensi yang ada di Tatar Sunda termasuk potensi dari segi budaya, aneka adat istiadat, dan ciri khas keindahan lainnya yang masih terpendam dan belum digali di masyarakat Tatar Sunda.
Barangkali kriteria tersebut diatas bisa di pakai sebagai acuan bagi masyarakat pemilih dalam membuat ancang-ancang dalam menetapkan calon pemimpin (Cagub-Cawagub) jauh hari sebelum pelaksanaan pencoblosan, 24 Februari 2013.
Jawa Barat yang sering disebut Tatar Sunda atau Tanah Pasundan merupakan aset di Nusantara yang memiliki potensi yang tiada tara, sehingga dari segi kemakmuran dan tata pemerintahan di Tatar Sunda, nenek moyang penduduk pribumi menyebutnya negri yang “gemeh ripah loh jinawi, tata tengtrem kerta raharja”, yang artinya tanah yang subur makmur dan pemerintahan yang aman tentram dan sejahtera.
Masyarakat akan sangat kecewa jika Pilkada Jabar 2013 tidak berhasil memilih pemimpin yang mampu mempertahankan dan memberdayakan potensi yang ada di Tatar Sunda termasuk potensi dari segi budaya, aneka adat istiadat, dan ciri khas keindahan lainnya yang masih terpendam dan belum digali di masyarakat Tatar Sunda.
Widjaja
Kartadiredja, Penulis Ebook Kinerja di blogspot www.widiakertapranata.com, tinggal di
Kota Cimahi,
Jawa Barat.
Catatan :
Tulisan ini walau haya berupa buah pikiran dari seorang warga masyarakat, seyogianya dapat dibaca secara luas oleh kalangan publik, baik dalam hal keterkaitan dengan Pemilukada di tingkat Provinsi atau pun di tingkat Kabupaten dan Kota, di wilayah pemilihan mana saja di bawah NKRI.***
Continue Click Here