Jumat, 08 Agustus 2014

BANGSA INDONESIA BELUM MAMPU WUJUDKAN CITA-CITA KEMERDEKAAN **


Naskah asli

BANGSA INDONESIA
BELUM MAMPU WUJUDKAN CITA-CITA KEMERDEKAAN **
Oleh :  H. Widjaja Kartadiredja

A.        Menyambut Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 69.
1.         Tanggal 17 Agustus  2014 adalah Hari Peringatan Kemerdekaan RI ke-69. Telah hampir 70 tahun bangsa Indonesia berada di alam kemerdekaan setelah kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.  Patut kita berikan predikat bahwa tanggal 17 Agustus 1945 adalah sebagai hari keramat, sebab tanggal itu Indonesia diakui dunia internasional sebagai negera merdeka, setelah Indonesia dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda selama 350 tahun dan 3 tahun berada di di bawah pendudukan pemerintahan Jepang. 
2.         Bung Karno, dalam pidatonya 1 Juni 1945  yang diutarakan dalam sidang “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan” (yang dikenal dengan sebutan “Dokuritu Zyumbi Tyoosakai”) bertempat di Gedung Pejambon, Kota Jakarta, di bawah pimpinan Ketua Dr. K.R.T. Rajiman Wedyadiningrat, berkata:  Apakah yang dinamakan merdeka?  Didalam tahun ’33 saya telah menulis satu risalah.  Risalah itu bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”.  Maka di dalam risalah tahun ’33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political indep ndence, ta’ lain dan ta’  bukan, ialah satu djembatan, satu djembatan emas.  Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa diseberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat”. 
3.       Makna perkataan Bung Karno tersebut di atas dapat diartikan  sebagai kewajiban moral yang
harus menjadi beban tugas  bangsa Indonesia setelah Indonesia merdeka, yaitu   “kita sempurnakan kita punya masyarakat”  yang dengan  perkataan  lain dimaksudkan “mewujudkan cita-cita  kemerdekaan” dengan  melaksanakan pembangunan untuk mensejahterakan rakyat.    Kini bangsa Indonesia telah hampir 70 tahun melewati ‘jembatan emas” seperti yang dikatakan Bung Karno, namun “sudahkah bangsa ini mewujudkan cita-cita kemerdekaan seperti dimaksudkan dalam perkataan Bung Karno?    Penulis tidak mengkultuskan Bung Karno, namun terkait dengan suasana peringatan  hari Kemerdekaan, sebagai rasa hormat terhadap “founding  father” kita harus ingat  sebuah  adagium yang mengatakan “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya”.  Maka jawaban yang  tepat atas pertanyaan  di atas secara singkat adalah “belum”.  Kemudian secara pemikiran tatakelola kenegaraan kita keluarkan pertanyaan, tanggung jawab siapakah  ini?.  Maka pertanyaan inilah yang harus jadi  bahan kajian dan  mawas diri semua kalangan dan semua komponen bangsa, untuk lahirnya “gerakan partisipasi masyarakat” menuju perubahan.  Karena negara  ini adalah  milik semua warga negara yang berdaulat, dan bukan milik golongan tertentu, di mana kondisi bangsa yang dirasakannya selama ini semakin jauh dari harapan dan cita-cita kemerdekaan.
4.         Kesan pada setiap  memperingati Hari Kemerdekaan RI  hendaknya tidak hanya mengaggap peringatan itu sifatnya  seremonial belaka, tanpa menyentuh pada sebuah renungan dan pemikiran yang bersifat kritis terhadap kondisi yang dihadapi bangsa selama ini.   Sesungguhnya keprihatinan bangsa ini ibaratnya sudah sampai pada titik jenuh.  Bagaimana tidak, karena dalam perjalanan panjang selama hampir 70 tahun kondisi bangsa tetap stagnan dalam  kemiskinan dan ketertinggalan, terutama yang dirasakan oleh kalangan masyarkat bawah,  hanya bergelut dengan kemiskinan dan ketertinggalan,  sementara  kalangan elit di tingkat atas hanya hiruk pikuk dengan  masalah politik yang tidak menyentuh langsung pada masalah  kepentingan rakyat yang dihadapinya.   Itulah kesan yang pasti dirasakan oleh masyarakat pada umumnya terutama oleh kalangan masyarakat bawah dalam suasana peringatan hari kemerdekaan.
B.        Mengapa bangsa ini belum mampu wujudkan cita-cita kemerdekaan?
Secara global Penulis akan paparkan ulasan  singkat yang kemudian bisa disimak sendiri kesimpulannya, mengapa bangsa kita tidak mampu wujudkan cita-cita kemerdekaan.
1.       Negara atau komunitas yang mengeksploitasi kekayaan penduduk di suatu negeri atau wilayah di dunia dulu  disebut  penjajah, atau lebih populernya disebut kolonial.   Indonesia pernah berada di bawah kuasaan kolonial Belanda selama 350 tahun.    Sampai pada generasi  saat ini, kurun waktu 70 tahun berada di alam kemerdekaan merupakan kurun waktu yang cukup panjang, namun  rakyat Indonesia umumnya masih belum merasakan kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya, terutama kalangan masyarakat bawah, dalam arti bisa merasakan  kehidupan  yang sejahtera dan adil.  Sebaliknya malah di abad-abad belakangan ini muncul sebuah fenomena yang amat meprihatinkan  berupa berkembangnya perilaku korup yang  kini sudah bisa dibilang telah  mencapai klimaknya dengan pernah adanya  sebutan  “korupsi berjamaah”, sebuah istilah yang “sangat menyesatkan” yang memberi kesan seolah  korupsi itu bisa diberjamaahkan yang eksesnya membuat rakyat semakin sengsara yang justru pelakunya adalah pemegang tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat.
2.     Disadari atau tidak, kondisi seperti ini tidak terlepas dari pengaruh kuatnya faham kapitalisme dan neoliberalisme yang masuk ke negara kita yang posisinya  boleh dibilang “masih berada dalam kelompok negara-negara  yang underdevelop”.  Konsekuensinya lewat episode baru yang disebut  “era globalisasi”, membuat  Indonesia kembali menjadi seperti  negara jajahan.  Bedanya kalau dulu di jaman kolonial dijajah dengan alat kekuatan militer, dan kalau di jaman sekarang dijajah dengan alat penguasaan ekonomi, yang ditopang dengan mentalitas moral penguasa yang tidak amanah lewat perilaku korup yang bisa dilakukan di jajaran pemerintahan dan lembaga-lembaga negara.     Fenomena ini bisa dilihat sendiri dalam kenyataan yang bisa dibuktikan dengan banyaknya penguasa yang masuk jeruji besi.
3.        Penjajah paling dahsyat di muka bumi dulu  disebut kolonial.  Tapi  anehnya sekarang orang  seperti tak acuh  pada  fakta  yang sama-sama menakutkan, dimana predikat yang  diberikan kepada seseorang yang telah  merugikan uang negera alias uang rakyat,  yang popler orangnya disebut  “koruptor”, tidak dianggap sebagai musuh.  Karena watak yang sesungguhnya yang melekat dalam dirinya yang berupa nafsu korupsi, seolah tersimpan aman dalam dirinya, tak tampak dari luar, dan terbungkus halus dalam  kalbu, dan  terpelihara rapi di balik kemunafikan, namun karena mata Tuhan  melihatnya, maka suatu saat kejahatan itu pasti terkuak.  Mudah-mudahan dengan tekad kuat para pemimpin andalan rakyat,  melalui upaya pencerahan  masalah  mentalitas moral dan perbaikan kinerja bangsa, dengan pertolongan Allah SWT dapat memerantas korupsi hingga ke akar-akarnya. 
4.        Apa sesungguhnya yang diinginkan oleh nafsu korupsi,  mungkin tak ubahnya seperti nafsu serakah untuk  meraup harta sebanyak mungkin tanpa ingat akan kewajiban yang dipangkunya untuk mensejahterakan rakyat dan  tidak tersentuh oleh perihnya rakyat kecil menahan  lapar karena kemiskinan yang menderanya.   Bahkan walaupun dengan adanya ancaman siksa bagi yang  melanggar hukum Tuhan dari segi agama, harta haram itu akan terus ia kejar, karena merasa pada dirinya tak ada mata manusia  yang mengawasinya.   Inilah sesungguhnya salah satu  musuh bangsa yang seharusnya paling dimusuhi oleh rakyat di negeri ini.
 5.    Apa koruptor sama dengan kolonial? Pertanyaan ini perlu dianalisa dari segi dampaknya, sejauh mana keduanya merugikan masyarakat pada umumnya.  Jika dipandang dari segi dampaknya, maka koruptor di jaman modern dengan kolonial di jaman penjajahan adalah mirip sama.  Yakni sama-sama menjadikan rakyat berada dalam kemiskinan dan kertinggalan, karena rakyat  tak mampu memberdayakan diri yang makin dipisahkan oleh  kesenjangan yang makin tajam antara yang  kaya dan yang miskin, antara penguasa dan rakyat jelata, yang  eksesnya makin lunturnya nilai-nlai keadilan dan makin sirnanya sifat-sifa kemanusiaan. 
6.     Barangkali  tak ada salahnya  kalau kita kemukakan potongan ayat dari salah satu surat dalam kitab suci suci Alqur'an dimana Allah Swt. berfirman, "Pelihara diri dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu".   ini mungkin tidak akan menyentuh hati seorang koruptor, karena jika hati telah keras membatu  dengan nafsu serakahnya, keciali karena ada keajaiban dan ia benar-benar mau bertobat,  dalam Alqur'an Allah Swt  berfrman : "Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat". (QS. At Tahrim :   66).   Namun demikian, jika Allah menghendaki, Allah akan memberikan rahmat-Nya, dengan memberikan petunjuk dan ampunan, jika ia menyadari kesalahannya.
7.      Apa ada kaitan fenomena yang dipaparkan di atas dengan Pemilu Nasional 2014, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Pilpres.  Jawabnya jelas ada.  Setiap anak bangsa yang mencintai bangsa dan  negaranya mesti sadar politik yang  seolah mampu berkata walau hanya di dalam hati yang berisi sebuah pesan dan harapan :    “Jangan daur ulang  tangan-tangan kotor dalam lingkaran pemerintahan bagi oknum-oknum yang pernah punya track-record yang tidak bersih dan  merugikan rakyat.   Sudah saatnya  bangsa ini  punya seorang pemimpin “yang negarawan” hasil Pilpres 2014, yang mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih bersama partner kerja yang juga bertangan bersih, yang dapat melaksanakan pembangunan untuk rakyat, menuju pemerintahan  yang adil dan sejahtera  yang ada dalam naungan Ridha Allah SWT.
8.      Demikian ulasan singkat yang Penulis sajikan.  Mudah-mudahan dapat menjadikan bahan pencerahan pada setiap pembaca dalam upaya mencarikaan solusi dalam menyikapi kondisi bangsa saat ini. 
.▌▌    Penulis sangat berharap tulisan  singkat ini berkenan untuk sempat  dibaca oleh  yang terhormat Presden yang ditetapkan final melalui  putusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres 2014 yang akan ditetapkan tanggal 22 Agustus 2014.  Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan  rahmat, kasih sayang, dan perlindunagn-Nya kepada Bangsa Indonesia.  Aamiiin.
                                                                                                Salam hormat Penulis
                                                                                                H. Widjaja Kartadiredja

Penulis, penyusun Ebook Kinerja dan Nilai-nilai Religi di sebuah Website, tinggal di Kota Cimahi, Jawa Barat, Indonesia.

Continue Reading...
 

www.widiakertapranata.com Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon