Kamis, 14 Januari 2016

LANGKAH AWAL MENUJU PENCERAHAN MENTALITAS MORAL DAN BUDAYA KERJA - DUP 4


 
PROGRAM PELATIHAN KINERJA

LANGKAH AWAL MENUJU PENCERAHAN MENTALITAS MORAL
DAN BUDAYA KERJA
Tema Pokok & Substansi Materi :
Aspirasi menyambut Gerakan Revolusi Mental.
Penulis/Penggagas :
Widjaja Kartadiredja/Letkol. Purnawirawan
      Profil dari dokumen Program Pelatihan Kinerja ini diedarkan di website sebagai “Surat Terbuka” agar isi tautan dapat dibaca secara luas di kalangan pembaca situs internet.  Penulis selaku penggagas dan penyusun program pelatihan sangat berharap  isi tautan  sempat terbaca oleh  :  Yth. Bapak MENDAGRI beserta jajaran Gubernur/Bupati/Walikota selaku pemegang kebijakan bidang Pembinaan SDM di tingkat Pusat dan Daerah, atas perhatian para pengelola account dari pejabat ngara yang bersangkutan, sehingga  isi tautan yang sangat esesil dalam bidang Pembinaan SDM dapat disajikan kepada para beliau.
      Tema pokok &  substansi materi program ini merupakan sebuah aspirasi dalam mendukung  realisasi  “Gerakan Revolusi Mental” yang telah dicanangkan oleh Yth.  Bpk. Presiden Jokowi di awal pemerintahannya.
      Transkrip dari dokumen ini dikirimkan kepada Yth. Bapak MENDAGRI dan Tembusan Yth. Bapak Presiden RI, Ir. Joko Widodo.

KATA PENGANTAR
1.     Fakta yang benar-benar harus jadi bahan renungan semua kalangan adalah bahwa bangsa Indonesia telah lebih dari 70 tahun menjadi bangsa yang merdeka, namun kehidupan rakyat masih sangat jauh dari hidup yang adil dan sejahtera jika dibanding dengan bangsa-bangsa lain.  Pertanyaan yang sangat mendasar di benak siapa pun yang merasa masih mencintai bangsa dan negaranya adalah :  “Mengapa bidang pembinaan SDM  di negara kita (yang dalam bahasa asing dikenal dengan istilah “human resources management”), adalah teramat  lamban untuk dibangun, dikembangkan dan diberdayakan?.   Padahal dalam manajemen pemerintahan dan tata kelola kenegaraan,  sumberdaya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan itu sendiri”.    
2.      Melihat kenyataan ini, Penulis selaku penggagas dan penyusun program pelatihan  tentang kinerja adalah seorang Purnawirawan dalam kapasitas sebagai warga masyarakat yang masih punya keinginan untuk mengabdi bagi kepentingan bangsa,  dengan  mengabdikan sebuah “product sistem dalam bidang Pembinaan SDM”, yang profilnya dituangkan dalam dokumen (tautan ini), jika pemerintah berkenan menerima sistem yang ditawarkan.  Product system ini diberi judul :  “Program Pelatihan Kinerja”, yang dibuat berdasarkan hasil studi banding tentang sistem penilaian kinerja di sebuah lembaga pelatihan, yakni di Thomson CSF Cooperation, Perancis, yang substansi materinya mengacu  pada “prisip-prisip dasar penerapan kebijakan sistem HRM”. 
3.      Untuk memberikan gambaran  secara lengkap tentang Program  Pelatihan Kinerja tersebut mulai dari lahirnya gagasan, disiapkannya sarana dalam bentuk program d.l.l. untuk mewujudkannya, dapat ditelaah   pada  Bab-bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Kata Pengantar (hal. 1-2)
Bab 1.     Lahirnya gagasan Program Pelatihan Kinerja (hal.2-3)
Bab 2.    Pengertian Istilah kinerja dan budaya kerja (hal. 3).
Bab 3.    Penyiapan materi pokok Pelatihan Kinerja (hal. 3-4).
 Bab 4.    Gambaran kesiapan untuk  pelaksanaan  Pelatihan Kinerja   
              (hal. 4 )
Bab 5.    Peserta Program Pelatihan Kinerja (hal. 4)
Bab 6.    Esensi yang terkandung dalam Program Pelatihan Kinerja (hal. 4-5)    
Bab 7.    Skedul Pelatihan (hal. 5)
Bab 8.    Perlunya menyikapi kondisi bangsa lewat pencerahan mentalitas
              moral dan budaya kerja   (hal. 5)
Bab 9.    Resume Bahasan untuk Bahan Renungan (hal. 7-8)
Bab 10.   Ajakan peduli pada masalah Pembinaan SDM (hal. 8).
Kata Penutup (hal. 8)
BAB - I
LAHIRNYA GAGASAN PROGRAM PELATIHAN   KINERJA.
1.     Berbagai fenomena yang dialami bangsa Indonesia telah membuat kehidupan bangsa hampir tak kunjung mengalami perubahan.   Kondisi seperti ini sudah selayaknya memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari pejabat pemerintah terkait dengan kewajiban dan tanggung jawab pengembangan “factor  manusia” kearah peningkatan kualitas sumberdaya dan kinerjanya.  Menteri Dalam Negeri, para Gubernur, Bupati dan Walikota adalah pemegang kebijakan dan “decision maker” dalam bidang pembinaan SDM di tingkat Pusat dan Daerah   di lingkungan Kemendagri,  dengan memberikan contoh keteladanan dari Menteri terkait dan para pimpinan  pemerintahan di  Daerah,  dalam bentuk antusiasme di kalangan bangsa kita terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan sikap mental dan budaya kerja.    Dalam hal ini Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah figur Pimpinan Daerah yang harus jadi panutan dan yang diteladani.   Gubernur, Bupati dan Walikota, adalah pemegang “kebijakan dalam bidang Pembinaan SDM” yang  kegiatan operasionalnya di lapangan ditangani oleh para Manajer HRM yang ada  di setiap  lini  di jajaran pemerintahan.
2.       Secara kelembagaan harus diakui sebagi kenyataan bahwa  penyebab utama  ketertinggalan bangsa kita   dibanding bangsa-bangsa lain  yang telah maju,  bisa ditenggarai dari masih kurangnya  antusiasme para pemegang kebijakan mencari solusi terhadap masalah-masalah krusial yang dihadapi dalam bidang pembinaan SDM.   Oleh karena itu akhirnya esensi kelemahan dalam  suatu lembaga adalah kembali pada masalah factor manusianya.  .
3.      Melihat kenyataan ini Penulis terinspirasi oleh pengalaman   mempelajari prinsip-prinsip dasar penerapan  kebijakan sistem HRM  (principles for implementing a human resources management policy), yang dilakukan di sebuah lembaga pelatihan di Perancis tahun 1992, yakni  di Thomson CSF Cooperation, yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai hasil studi banding dalam  bidang HRM, khususnya yang terkait dengan masalah perbaikan “sistem penilaian kinerja”.
4.     Penulis memperoleh materi ini ketika Penulis masih berdinas aktif sebagai anggota TNI-AU tugas diperbantukan di PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (sekarang PT. Dirgantara Indonesia).  Waktu itu Penulis ditugaskan sebagai anggota tim counterpart dari perusahaan tempat penulis bekerja, melakukan misi survey ke beberapa lembaga pendidikan dan industri bidang “we aponry” (sistem senjata)  di Perancis, yaitu dalam rangka “finalisasi pembuatan master plan training bidang weaponry” yang sebelumnya telah digarap bersama dalam waktu 3 bulan di Bandung dengan tiga orang tenaga expert dari Perancis.   Ketika itulah Penulis memperoleh kesempatan mempelajari materi bidang SDM tentang  “prinsip-prinsip dasar penerapan kebijakan sistem HRM model Thomson CSF Cooperation”. 
5.       Thomson CSF Cooperation adalah sebuah lembaga pelatihan di bidang SDM di bawah perusahaan Thomson, dimana perusahaan Thomson ini sebagai perusahaan besar di Perancis dan tentunya juga di kawasan Eropa, yang waktu itu perusahaan ini  memiliki manpower lebih dari 100.000 orang di semua cabang perusahaannya.  Sistem HRM model Thomson CSF Cooperation ini tidak hanya digunakan di perusahaan Thomson  sendiri akan tetapi digunakan di luar Thomson, diantaranya di akses oleh Perusahaan besar yang initialnya dikenal dengan BRGM Company, berdomisili di kota Bordeoux  jarak 400 KM dari Paris, yang bergerak dalam bidang survey geologi dan mineral yang waktu itu (tahun 1992) memiliki personil 1.000 orang engineer kimia dan geologi.
6.    Sebagai contoh sebuah pelajaran berharga, saat Penulis dibawa oleh Konsultan dari Thomson CSF Cooperation ke BRGM Company di kota Bordeoux, yaitu  untuk melihat penerapan sistem Thomson yang diakses oleh BRGM Company,  Mr. G. Duermael / Staf Directorate of Human Resources (yang posisinya sebagai kepala Biro Employment  and Career), dalam penjelasan tentang penerapan sistem Thomson di perusahaannya mengatakan, bahwa telah lama BRGM Company berusaha memperbaiki system di bidang HRM terutama yang terkait dengan “remunerisasi” (“sistem penggajian)”, namun tidak kunjung membuahkan hasil.  Tetapi setelah menerapkan sistem Thomson, diperoleh  titik terang untuk membenahi sistem penggajian, yang waktu itu dikatakan dengan rasa optimis bahwa sistem penggajian diharapkan akan dapat segera dituntaskan.
7.     Dalam sistem HRM Thomson CSF Cooperation, ada dua “management tool” (alat manajemen) yang sangat penting dalam penerapan kebijakan sistem HRM,  yaitu : 
a.    Manajemen tool yang pertama, sasarannya adalah progress dari “penggarapan “job description dan job evaluation” yang menghasilkan “job requirement” untuk tiap jenis pekerjaan.  Yang dimaksud “job requirement” ialah persyaratan kemampuan untuk dapat memangku atau menjalankan jenis pekerjaan, dimana job requirement dapat dipakai sebagai dasar dalam menetapkan “bobot pekerjaan” (the weight of the job), yang nantinya  bobot pekerjaan ini akan dipakai sebagai dasar dalam menetapkan kebijakan sistem penggajian. Di negara kita golongan gaji seorang karyawan (dalam hal ini di kalangan pegawai pemerintah) hanya didasarkan secara formal atas dasar “tingkat pendidikan” dan tidak ada keterkaitan dengan “bobot pekerjaan”.  Di sinilah letak perbedaan yang sangat prinsip dengan system Thomson yang diterapkan di perusahaannya.
b.   Manajemen tool yang kedua, ialah “sistem penilaian kinerja” yang dari segi pembinaan SDM berfungsi sebagai perangkat, sarana, atau alat untuk mendorong tenaga kerja meraih prestasi yang lebih baik,  karena semua aturan yang menyangkut hak dan kewajiban tenaga  kerja dalam sistem HRM-nya berlandaskan pada “kebijakan reward system yang adil”, baik yang terkait dengan sistem pen ggajian maupun dengan sistem pembinaan karir.   Karena itu  tanpa melalui proses penggarapan “manajemen tool yang pertama” dan proses penggarapan “manajemen tool yang kedua” adalah mustahil bidang pembinaan SDM dapat menciptakan sistem penggajian dan sistem pembinaan karir dengan baik, yang indikasi negatifnya dapat kita amati dalam praktek tentang permasalahan system penggajian di Negara kita termasuk dalam system pembinaan karir.
8. Inilah esensi yang terkandung dalam program pelatihan kinerja untuk menanamkan pemahaman tentang wawasan atau pola pandang baru di bidang Pembinaan SDM melalui program pelatihan singkat durasi  3 hari, dengan beberapa buku panduan yang telah disusun dengan matang secara sistematis,  mudah difahami dan mudah diaplikasikan.
BAB - II
PENGERTIAN ISTILAH KINERJA DAN BUDAYA KERJA.
1.      Istilah “kinerja” yang bahasa sehari-harinya  mengandung arti  “hasil kerja”, adalah merupakan proses budidaya dalam dunia kerja, atau dengan kata lain disebut “hasil budaya kerja”,  adalah sikap mental dan perilaku dalam dunia kerja yang landasan filosofinya ditujukan pada upaya peningkatan hasil kerja  dan perbaikan etika kerja, yang  subjeknya dapat berupa bangsa atau institusi - sebagai lembaga, dan aparat atau tenaga kerja - sebagai individu.
2.     Kenyataan yang tak bisa dipungkiri, bahwa siapa pun anak bangsa atau  warga negara Indonesia  yang masih merasa mencintai bangsa dan negaranya, akan merasa prihatin terhadap mentalitas dan budaya kerja yang faktanya jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang telah maju.  Maka sudah selayaknya   keprihatinan ini dapat memberikan dorongan kearah lahirnya suatu inisiatif atau  prakarsa baru menuju perubahan di berbagai aspek terkait dengan masalah pembinaan sumberdaya manusia.
3.    Adalah  merupakan  suatu keharusan untuk memulai membangkitkan kemauan dan kreativitas dari kalangan anak bangsa.  Titik tolaknya dimulai dengan “membangun wawasan baru bidang pembinaan SDM”, yang diteladani lewat respon positif dan sambutan baik pejabat pemerintah terkait berupa upaya  peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dari mana pun datangnya prakarsa.  Hendaknya dapat  dihayati secara mendalam,  bahwa wawasan baru dimaksud adalah wawasan dalam bidang pembinaan SDM yang landasan filosofinya diorientasikan pada masalah mentalitas moral dan budaya kerja, dalam upaya meningkatkan kinerja bangsa dan perbaikan etika kerja, yang landasannya mengacu pada kebijakan “reward system yang adil”.  Dengan wawasan ini nantinya generasi  penerus akan memiliki pewarisan nilai-nilai dalam bidang pembinaan SDM yang merupakan kunci utama kearah perubahan dalam pembangunan bangsa walau prosesnya harus dilakukan lewat lintas generasi.   Artinya dilakukan melalui pewarisan nilai-nilai dari generasi ke generasi, karena pembangunan mentalitas pada dasarnya merupakan  penanaman nilai-nilai positif  menjadi sebuah budaya yang prosesnya  membutuhkan waktu relatif dalam jangka panjang. 
4.  Untuk mencapai tujuan ke arah itu maka pelaksanaan Program Pelatihan Kinerja harus dimulai sejak sekarang, yang pelaksanaannya “mutlak harus didukung oleh kebijakan pemerintah secara sinergis antara pemerintah Pusat dan Daerah, mengingat luasnya wilayah garapan dalam lingkup nasional.  Karena sasaran program ini juga akan menyangkut kepentingan masa depan generasi mendatang, maka program pelatihan ini harus melibatkan minat generasi muda sebagai calon pemimpin generasi mendatang.    Sekali lagi ditegaskan oleh Penulis selaku penggagas dan penyusun  program pelatihan,  bahwa program ini ingin diabdikan bagi kepentingan bangsa jika pemerintah mau meng-aksesnya,  dalam pengertian pelatihan tidak untuk dikomersilkan, kecuali terkait kebutuhan dana untuk kompensasi Pengajar yang nominalnya didasarkan atas kesepakatan Pengajar dengan  instansi  penyelenggara “in house training”.
BAB – III
PROSES PENYIAPAN MATERI POKOK PELATIHAN KINERJA.
1.       Penyiapan materi pokok program pelatihan kinerja yang digagas dan disusun oleh Penulis, dimana nantinya Penulis akan bertidak sebagai pengajar untuk penyiapan kader;   proses penyiapan materi pokok pelatihan dijelaskan sebagai berikut :
a.    Telah disiapkan materi pokok pelatihan dalam bentuk “pelatihan singkat” yang durasinya hanya 3 hari, namun  pelatihan ini akan dilakukan secara berkelanjutan karena luasnya wilayah garapan pelatihan dalam sekala nasional.  
b.    Target yang ingin dicapai dalam program pelatihan (dalam tahap 3 tahun pertama) adalah: Pertama, menyiapkan 100-150 orang kader pelatih yang akan diambil dari mantan peserta pelatihan terbaik untuk dijadikan “tim pengajar yang mobile”. Kedua, target peserta dalam 3 tahun pertama l.k. 1.800 orang peserta berasal dari karyawan di jajaran instansi pemerintahan yang tugas pokoknya dalam bidang pembinaan SDM. Target berikutnya dalam 3 tahun kedua (jika program ini masih diperlukan) dapat dilaksanakan oleh kader-kader yang sudah dibentuk, hingga dalam waktu tertentu program pelatihan ini dapat diwujudkan secara merata di setiap wialayah regional/provinsi /kabupaten/kota di bawah NKRI.
c.     Di bawah  bimbingan Penulis yang akan berperan sebagai pengajar untuk menyiapkan  kader pengajar, kader ini  harus dapat mentransfer ilmu yang didapat dalam pelatihan, lewat regional yang dibentuk di tiap Provinsi/Kabupaten/Kota, yang pelaksanaanya harus didukung oleh kebijakan  Pemerintah Daerah dengan  kesediaan membuka  pelatihan singkat dalam bentuk “in house training” di instansinya sebagai realisasi dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. .
2.       Materi  pokok pelatihan telah dibuat secara rinci, sistematis, mudah dipelajari  dan mudah diaplikasikan, yaitu dituangkan dalam 5 (lima) buah buku, yaitu : 
1)  Buku Panduan Pelatihan Bidang SDM :  “Cara Praktis Membuat Rancangan Sistem Penilaian Kinerja” (140 halaman) - untuk pegangan Peserta Pelatihan.   
2)  “Buku  Presentasi Pelatihan Kinerja” (120 halaman) - untuk pegangan Pengajar.
3)  Untuk keperluan pemasaran pelatihan, telah dibuat :  (1)  “Proposal Umum Program Pelatihan  Kinerja (40 halaman);  (2)  “Profil Buku Panduan Program  Pelatihan Kinerja” (32 halaman). 3). “Perangkat Penilaian Kinerja” (20 halaman) – untuk pegangan Pejabat Penilai.
BAB - IV
GAMBARAN KESIAPAN UNTUK PENYELENGGARAAN  PROGRAM PELATIHAN KINERJA.
Gambaran kesiapan  untuk penyelenggaraan program pelatihan  dijelaskan sebagai berikut :
1.      Biaya Pelatihan.  Program Pelatihan akan dilaksanakan dalam bentuk  “in house training” (yaitu pelaksanaan pelatihan atas permintaan  lembaga/instansi), dengan kapasitas kelas 15 peserta, dengan durasi pelatihan 3 (tiga) hari.   Dana yang dibutuhkan jika program pelatihan ditangani oleh  “lembaga berdiri sendiri” (jika tidak lewat “in house training”) yang penggunaannya  untuk infrastruktur, honorarium Pengajar dan biaya operasional untuk tahap 3 tahun pertama akan mencapai Rp. 1,45 M, dimana sebagian besar dana digunakan untuk infrastruktur (rinciannya tertuang dalam Naskah Proposal Umum masalah Pendanaan). 
2.  Dalam proposal umum dijelaskan, dengan catatan jika kegiatan pelatihan dilaksanakan oleh lembaga berdiri sendiri, maka biaya pelatihan bisa mencapai Rp. 1.5 juta tiap peserta atau bahkan bisa lebih, yang  akhirnya pelatihan ini bisa berubah sifatnya menjadi komersial.  Namun jika pelatihan dilaksanakan melalui “in house training” dengan fasilitas yang dimiliki oleh lembaga/instansi, maka peserta tidak dikenakan biaya pelatihan karena biaya penyelenggaraan pelatihan ditanggung oleh instansi.  Sementara konpensasi untuk Pengajar, biaya  tranportasi dan akomodasi seorang Pengajar (dengan seorang pembantu pengajar), diperkirakan sekitar  Rp. 3  s/d 4,5 juta per-kelas a’ 15 peserta dalam 3 hari, ditanggung oleh instansi penyelenggara training.  Biaya ini hanya sebagai perkiraan, yang masih dimungkinkan untuk dinego.
3.     Penulis yang sekaligus  akan bertindak sebagai Pengajar, dapat melaksanakan pelatihan  4 kali dalam sebulan (dengan kapasitas kelas 15 Peserta, durasi  3 hari).  Dengan demikian dalam  1 bulan Pengajar dapat men-train trainee sebanyak 60 orang, dan dalam 1 tahun diperkirakan 600 orang, atau dalam tahap 3 tahun  pertama 1.800 orang.  Kegiatan pelatihan ini akan  dilaksanakan oleh Pengajar dengan kader pengajar yang sifatnya “mobile” yang akan disiapkan sebelumnya.
BAB – V
PERSERTA PELATIHAN KINERJA
1.   Peserta pelatihan adalah para karyawan di jajaran Pemerintahan  yang tugasnya di bidang SDM,  diutamakan yang posisinya sebagai “direct supervisor”,  atau karyawan yang diharapkan bisa atau akan dipromosikan untuk “direct supervisor”.  Karena substansi materinya merupakan knoledge tentang wawasan baru bidang pembinaan SDM, maka pelatihan ini bisa diikuti oleh mereka yang posisinya di atas “direct supervisor”, yakni para manajer HRM/SDM, untuk menambah wawasan atau digunakan untuk kepentingan pengembangan sistem  yang ada di lembaganya. 
2.  Termasuk peserta pelatihan adalah karyawan perusahaan BUMN.

BAB - VI
ESENSI YANG TERKANDUNG DALAM PROGRAM PELATIHAN KINERJA.
1.     Manfaat yang sangat esensial yang akan didapatkan dalam program pelatihan ada dua, yaitu yang bersifat  wawasan dan yang bersifat aplikatif.  Yang bersifat wawasan, dibutuhkan oleh instansi/lembaga untuk adanya bahan masukan dalam merumuskan kebijakan -kebijakan sistem HRM dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, yang berlandasan pada kebijakan manajemen yang harus menganut “reward system yang adil”, yang ada keterkaitan dengan masalah “remunerasi” (penggajian) dan pembinaan karir & pengembangan potensi tenaga kerja.
2.    Yang bersifat aplikatif, dapat dijelaskan  bahwa bagi lembaga yang belum memiliki perangkat sistem penilaian kinerja yang baku, sistem yang dirancang dalam pelatihan dapat digunakan  sebagai contoh model perangkat sistem penilaian, sejalan dengan upaya menerapkan kebijakan  sistem HRM di lembaga/instansinya dengan lebih baik.
3.      Pelatihan dilakukan seminggu sekali (dengan durasi 3 hari, dengan kapasitas kelas 15 orang).  Sebagi contoh, kalau lembaga/instansi memiliki 6 satuan  kerja  (tingkat Kabupaten atau Kota), maka dalam 6 minggu akan dilatih  sebanyak 6 x 15 orang = 90 orang.  Mantan trainee ini insya Allah cepat atau lambat akan membawa misi perubahan di lingkungan regionalnya dalam bidang pembinaan sumberdaya manusia. 
4.    Lembaga/instansi pengguna jasa training tidak akan banyak mengeluarkan biaya, karena pelatihan hanya membutuhkan penyiapan fasilitas belajar berupa :  ruangan belajar yang dapat menampung 15 orang peserta, dengan fasilitas  berupa white board, sound system, alat presentasi berupa  infocus, yang tentunya fasilitas tersebut sudah dimiliki oleh instansi yang bersangkutan. Sementara makan siang para peserta pelatihan bisa tidak disediakan karena tiap karyawan (PNS) sudah mendapat tunjangan makan setiap hari kerja, dimana pelatihan itu sendiri dilaksanakan pada hari kerja. 
5.     Biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa training untuk kompesasi pengajar adalah untuk :  1) insentif (honorarium) pengajar, 2) transportasi p.p. pengajar dari kota tempat tinggal Pengajar ke kota tempat pelatihan dilaksanakan, 3) akomodasi untuk Pengajar selama masa mengajar, 4) biaya snack dan coffee break untuk peserta pelatihan, 5) penyediaan ATK dan 6) penyiapan sertifikat.    Sedangkan Buku Panduan, hand out dan brosur lainnya disiapkan oleh Pengajar. 
BAB - VII
SKEDUL DAN MATERI PELATIHAN.
Lama pelatihan 3 (tiga) hari ‘a 5 jam, pagi hari Pk. 08.00-13.00 WIB,
 atau sore hari Pk. 13.15 - 17.45 WIB.
     Hari pertama
Pokok Bahasan-1 (Tujuan Pelatihan & Pengenalan Profill Buku Panduan), 60 menit.
Pokok Bahasan-2  (Dasar-dasar Kebijakan Implemetasi HRM), 60 menit.
Pokok Bahasan-3  (Pengenalan Sistem Penilaian Kinerja), 75 menit.
Pembahasan Job Description (dan penetapan Job Requirement),  berikut latihan cara membuatnya, 75 menit.

     Hari kedua   
Pokok Bahasan-4  (Menetapkan Faktor-faktor penilaian dalam membuat Rancangan Kinerja), 60 menit. Mendesain Format Penilaian, 30 menit. 
Pokok Bahasan-5  (Membuat Petunjuk Cara Mengisi  Format Penilaian), 90 menit.
Pokok Bahasan-6 (Cara Melaksanakan Penilaian melalui individual  Interview), 60 menit.
   Hari ketiga  
Pokok Bahasan-7  (Penggunaan Sistem Penilaian Kinerja yang Multiguna), 30 menit.
Latihan membuat Sistem Penilaian “job description” & menetapkan “job requirement, 45 menit.
Pokok Bahasan-10 tukar waktu (Dokumentasi Format Penilaian hasil   rancangan sistem untuk aplikasi). 30 menit.
Pokok Bahasan-8 (Peranan Manajer HRM / Manajer Personlia), 30 menit.    
Pokok Bahasan-9 (Penutup Materi), 30 menit.
BAB - VIII
 PERLUNYA MENYIKAPI KONDISI BANGSA LEWAT PENCERAHAN MENTALITAS MORAL DAN BUDAYA KERJA.
1.  Dipandang dari sisi manajemen, dalam hal ini manajemen sumberdaya manusia, bangsa kita kurang memiliki perangkat sistem dalam  bidang SDM tentang “sistem penilaian kinerja” yang dapat menjamin terukurnya hasil penilaian kinerja, dan akuratnya data hasil penilaian,  yang justru hal itu diperlukan untuk mendorong meningkatkan motivasi tenaga kerja meraih prestasi yang lebih baik, disamping untuk  mengembangkan potensi yang dimiliki tenaga kerja, yang harus ditunjang  dengan kelengkapan data hasil penilaian kinerja, yang prosesnya harus di-folow up secara berlanjut. 
2.    Gagasan yang  berbentuk “Program Pelatihan  Kinerja” yang durasinya hanya 3 hari dengan peserta 15 orang,  dibuat secara sederhana, pragmatis, dan efektif  dalam penggunaan, serta sangat prospektif untuk penyebar-luasannya di lembaga-lembaga/instansi di bawah  NKRI, tanpa akan banyak menyita biaya dalam menyelenggarakannya karena dapat dilakukan secara sinergi antara pemerintah Pusat dan Daerah.  Seperti yang dipaparkan sebelumnya, bahwa rujukan yang digunakan adalah “hasil studi banding sistem HRM Thomson CSF Cooperation, Perancis, tentang “implementasi kebijakan sistem HRM” yang dilakukan oleh Penulis tahun 1992 saat Penulis bertugas di sebuah BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategi).  Dengan gagasan ini nantinya dalam pelaksanaan pelatihan Penulis akan  bertindak sebagai  Pengajar, terutama untuk  menyiapkan kader yang sifatnya “mobile”, untuk menyebar-luaskan materi pokok  yang dituangkan dalam 5 (lima) buah buku atau transkrip.
3.  Perlu dihayati benar-benar  bahwa misi atau tugas utama Pelatihan adalah menanamkan pemahaman wawasan baru dalam bidang pembinaan SDM, yaitu tentang implementasi kebijakan Sistem HRM yang landasan filosofimya diorientasikan pada upaya  peningkatan kinerja dan perbaikan etika kerja, yang pelaksanaan pelatihannya dilakukan melalui “in house training” di wilayah-wilayah  regional dalam skala nasional (yaitu di provisi-provinsi, Kabupaten-kabupaten dan kota,  dengan peserta pelatihan “khusus  mereka yang memegang fungsi dalam Bidang Pembinaan SDM” di instansinya,  yang diutamakan posisinya sebagai “direct supervisor”, disamping mewajibkan keikut-sertaan para Manajer SDM” sebagai knowledge  untuk pengembangan system yang ada.
4.   Sebagai seorang Purnawirawan, Penulis/Penggagas hanya mampu menyiapkan materi pokok, tanpa ditunjang segi pendanaan untuk memasarkan pelatihan.   Namun demikian Penulis  masih punya semangat pengabdian untuk  bangsa.     Karenanya  terkandung dalam pikiran Penulis bahwa program ini ingin diabdikan bagi kepentingan bangsa, jika pemerintah berkenan menerimanya.   Yang dimaksud diabdikan bagi kepentingan bangsa, ialah pelatihan tidak untuk dikomersialisasikan, kecuali program pelatihan dilaksanakan dalam bentuk “in house training” dimana Penulis/Penggagas nantinya hanya akan bertindak sebagai Pengajar yang mendapat insentive (kompensasi) dari instansi penyelenggara “in house training”. 
5.    Diasumsikan kompensasi untuk Penulis/Pengajar dapat berupa : 1) honorarium mengajar berdasarkan kesepakatan yang dibuat sebelumnya dengan penyelenggara training, 2) biaya transportasi p.p. Pengajar dari Bandung ke kota tujuan tempat diselenggarakannya “in house training”.  3) akomodasi selama mengajar sesuai dengan standar yang berlaku di instansinya. Biaya untuk kompensasi ini dimaksudkan sebagai bagian dari biaya operasional pengguna jasa training selaku penyelenggara  “in house training”.  Para kader pengajar yang telah disiapkan  nantinya secara bertahap akan melanjutkan pelaksanaan training di wilayah regionalnya masing-masig, atau bertindak sebagai tim pengajar yang “mobile” di dalam dan di luar wilayah regionalnya. Target yang harus dicapai dalam tahapan 3 tahun Pertama sekitar 1.800 peserta. 
6.       Untuk memberikan gambaran lebih rinci tentang Program  Pelatihan Kinerja  Recana Tahap Tiga Tahun pertama (jika program pelatihan ini belum tuntas dalam 3 tahun),  dapat dipelajari pada  “Proposal Umum tentang Program Pelatihan Kinerja” tema pokok  “Membangunkan bangsa dari ketertinggalan dalam budaya kerja”.
7.      Dampak positif dari Program Pelatihan Kinerja.      Sebagai catatan, dari  tulisan-tulisan yang telah diedarkan oleh Penulis/Penggagas di sebuah  website dalam sejumlah blog dan ulasan-ulasan singkat tentang Program Pelatihan Kinerja, materi program pelatihan ini banyak dibaca oleh para pembaca publik di website. Sebagai contoh, diantaranya blog yang berjudul “Profil Program Pelatihan Kinerja”,  dalam tempo 6 bulan tercatat lebih dari 1.200 pembaca dalam data statistik id.scribd.com.  Hanya saja  dari data tersebut belum ada yang mau mengakses program pelatihan tersebut, karena penayangan tersebut masih dalam bentuk info dan pengenalan materi yang substansinya  masih terus disempurnakan.  Disamping itu karena sistem yang ditawarkan sifatnya baru maka tidak dengan mudah untuk direspon oleh kalangan publik.
8.   Langkah yang Penulis gulirkan lewat dokumen ini ialah Program Pelatihan Kinerja yang ditawarkan ke instansi pemerintah, dengan harapan mendapatkan respon dari Kementerian Dalam Negeri yang secara substansial mengemban tugas dalam bidang pembinaan SDM,  baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.  Mudah-mudahan   penawaran ini  mendapatkan  antusias dari Yth. Bapak Menteri Dalam Negeri dan respon dari mereka yang posisinya selaku pemegang “decision maker” dalam bidang pembinaan SDM di tingkat Pusat dan Daerah.   
9.   Sejalan dengan harapan masyarakat Indonesia dalam Pemilu Nasional (Pilpres) tahun 2014 yang lalu, di mana Pilpres tersebut telah diraih oleh Bpk. Joko Widodo yang kini telah menjadi pimpinan nasional dalam waktu lebih dari  satu tahun, semoga titik terlemah dalam pembangunan sumberdaya manusia mendapatkan sorotan dan perhatian dari Bapak Presiden, .sebab dalam kondisi saat ini masyarakat sudah menyadari bahwa titik terlemah dalam penyelenggaraan  pemerintahan dan tatanan kenegaraan adalah terletak pada “sisi manusianya” yang berdampak buruk pada mentalitas moral dan budaya kerja bangsa kita.
10.     Dipandang dari segi budaya kerja.    Yang dimaksud dengan budaya kerja dapat kita rumuskan sendiri dalam tema pokok bahasan, yaitu sikap mental dan perilaku dalam dunia kerja yang landasan filosofinya ditujukan pada upaya peningkatan hasil kerja dan perbaikan etika kerja.  Subjek pelakunya dapat berupa bangsa atau instansi sebagai lembaga, dan aparat, pegawai negeri, atau tenaga kerja sebagai individu.  Dari sudut pandang inilah bangsa Indonesia berada jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang telah maju dan bahkan lebih buruk lagi menjadi bangsa yang jatuh tersungkur ke dalam mentalitas korup yang dapat memporandakan berbagai tatanan yang membuat bangsa ini tetap terbelakang, miskin, dan berada jauh dalam ketertinggalan.  Hal ini bisa terjadi sebagai akibat minimnya perhatian bangsa kita pada masalah mentalitas moral dan budaya kerja.   Karena itulah pentingnya program pelatihan kinerja, disamping untuk pencerahan mentalitas terkait budaya kerja, juga sebagai upaya pembekalan yang harus diwariskan kepada generasi penerus, supaya mereka kelak memiliki kehidupan yang lebih baik dari generasi sekarang.
11.   Kita harus benar-benar menyadari, bahwa kehidupan bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh tiga konstelasi perjalanan sejarah yang kini masih menyisakan pengaruhnya pada mentalitas pada sebagian bangsa kita, yaitu :  Pertama, periode jaman penjajahan kolonial yang mewariskan nilai-nilai mentalitas binaan penjajah seperti budaya ”feodalisme” yang berhadapan dengan “nilai-nilai pengabdian” di jaman revolusi phisik, dimana kini nilai-nilai pengabdian  ini sudah nyaris sirna di kalangan bangsa kita.  Kedua,  periode jaman kemerdekaan yang berhadapan dengan isme kapitalis dan neoliberal yang tidak membuahkan kesejahteraan bagi rakyat dalam pembangunan, malah sebaliknya merugikan rakyat dengan tumbuh suburknya nafsu konsumerisme di kalangan masyarakat negara miskin.  Ketiga, nasib generasi mendatang yang masih penuh tanda-tanya, karena tidak jelasnya nilai-nilai keteladanan yang harus diwariskan dari gegerasi sekarang ke generasi mendatang, sebagai pembekalan dari segi fugur kepemimpinan. 
BAB – IX
RESUME BAHASAN UNTUK BAHAN RENUNGAN
1.       Fenomena terkait Karakter Bangsa.
Resume pembahasan tentang kondisi bangsa terkait masalah mentalitas moral dan budaya kerja saat ini adalah untuk bahan kajian dalam mencari solusi yang tepat   dalam menyikapi kondisi bangsa dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, dampak buruk yang diyakini sebagai akibat dari kelemahan mentalitas moral di kalangan bangsa kita adalah : 1)   masih meraja-lelanya kejahatan korupsi yang membuat rakyat bertambah miskin; 2) mewabahnya barang haram yang mengancam kerusakan moral generasi muda dan masa depan bangsa. 3) merebaknya prostitusi dan kejahatan seksual yang masih dalam “pembiaran” dan masalahnya masih dijadikan ajang polemik, padahal perbuatan tersebut jelas-jelas perbuatan haram yang dimurkai Allah; dan 4) nafsu hedonistis dan senang  hidup berlebih-lebihan di tengah  kehidupan rakyat yang tengah didera kemiskinan, dan 5) tidak bermawas diri dalam kondisi bangsa yang penuh keprihatinan. 
Kedua, dampak buruk dari segi kelemahan budaya kerja dapat dilihat dari indiksasi-indikasi sebagai berikut : 1) makin lunturnya semangat pengabdian di kalangan bangsa kita terutama di kalangan pegawai atau tenaga kerja, yang ditenggarai oleh banyaknya keluhan masyarakat dalam pelayanan publik yang harus dijadikan bahan koreksi dan mawas diri oleh semua kalangan; 2) rendahnya nilai kinerja dan sikap yang kurang tertarik pada upaya-upaya perbaikan sistem;  3) kerja asal-asalan dan cari gampangnya; dan 4) meremehkan tanggung jawab. 
Hal yang juga harus jadi bahan mawas diri bagi kalangan tertentu, adalah bahwa bangsa ini sangat  mendambakan nilai-nilai keteladanan dari para pejabat nepara dan pemegang kekuasaan, baik dari kalangan elit politik, pejabat lembaga dan para pimpinan pemerintahan di pusat dan di daerah. Kata kunci untuk mengembalikan kepercayaan dan respek masyarakat kepada wibawa pemimpin, adalah terletak pada ciri-ciri  keteladanan” pada diri pemimpin itu sendiri atau pejabat negara yang harus jadi panutan. 
2.       Sebab utama porak-porandanya mentalitas moral dan budaya kerja.
Harus disadari penyebab utama porak-porandanya mentalitas moral di kalangan bangsa kita adalah karena makin kuatnya pengaruh faham kapitalistisme dan neoliberal yang berbasis budaya materialistis, yang membuat perilaku anak bangsa cenderung egois, mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan, mengesampingkan kepentingan umum dan  mengabaikan nilai-nilai moral.   Puncaknya dirasakan di “jaman globalisasi” dengan makin maraknya mal-mal dan super market di luar pusat perkotaan, yang sesungguhnya berdampak merugikan  para pedagang pasar tradisional, disamping dapat memicu bangkitnya nafsu konsumerisme di kalangan masyarakat di negara miskin.  Perlau dijadikan bahan renungan bahwa dalam pidatonya 1 Juni 1945, dalam Sidang Panitia Persiapan Penyelidik Kemerdekaan Indonesia untuk menyusun Konstitusi sebelum hari Proklamasi 17/8/1945, Bung Karno sudah memberikan peringatan untuk menjauhi faham kapitalisme.
3.       Deskripsi Wawasan Baru bidang Pembinaan SDM.
           Dari pengamatan sektoral tentang kondisi bangsa seperti diutarakan di atas, menunjukkan  betapa lemah mentalitas moral dan budaya kerja pada sebagian kalangan bangsa kita, yang penyebab utamanya sebagai akibat dari pengaruh faham kapitalistisme dan neoliberal yang materialistis.  Sangat diharapkan manusia Indonesia punya daya tangkal untuk memerangi kedua isme tersebut., agar    dijauhkan dari karakter bangsa yang cenderung e gois,  abai pada kepentingan umum, korup, dan senang hidup berlebih-lebihan, disamping budaya malas, tidak produktif,  dan minus keteladanan. Karena itu fenomena yang dihadapi bangsa saat  harus disikapi dengan program pembinaan yang lebih peduli pada masalah “pencerahan mentalitas moral dan budaya kerja”.  Tentunya pemahaman seperti ini  adalah sejalan dengan tujuan dari “gerakan revolusi mental” yang dicanangkan oleh Bapak Presiden Jokowi di awal pemerintahan Jokowi-JK.
            Itulah rumusan sederhana tentang wawasan atau pola pandang baru dalam sistem HRM (sistem pembinaan SDM) dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dan kinerjanya.  Tugas utama mewujudkan dan menerapkan kebijakan sistem Pembinaan SDM di lapangan adalah kewajiban para Manajer SDM di setiap lini di jajaran pemerintahan  dan atau perusahaan bersama dengan para subordinate-nya. 
           Sangatlah tepat   “hadirnya sebuah gagasan” dalam bidang pembinaan SDM  di saat bangsa tengah merasa galau  “mencari solusi”, disamping adanya kekhawatiran datangnya kondisi bangsa yang lebih memprihatinkan dari kondisi sekarang, jika bangsa masih tetap terlena dengan menina-bobokan kelemahan mentalitas moral dan  budaya kerja”.  Mari kita bangunkan bangsa dari ketertinggalan dalam budaya kerja,  melalui pencerahan mentalitas moral dan budaya kerja,  dalam mendukung program pemerintah merealisasikan “Gerakan Revolusi Mental”.
 BAB – X 
 AJAKAN PEDULI PADA MASALAH PEMBINAAN SDM.
        Penulis yang sekaligus sebagai penggagas Program Pelatihan Kinerja  yang dibuat sejak tahun 2009, sangat mengharapkan respon dari para pemegang kebijakan bidang Pembinaan SDM di tingkat Pusat dan Daerah, yakni :  Yth. Bapak Menteri Dalam Negeri  beserta jajaran  Gubernur, Bupati, dan Walikota.   Respon dapat disampaikan melalui E-mail widiakertapranata@yahoo.co.id   Kontak person  Widjaja Kartadiredja. 
        Substansi materi Program Pelatihan Kinerja ini akan sangat menunjang program pemerintah dalam merealisasikan “Gerakan Revolusi   Mental”,  dimana pelatihan ini merupakan langkah awal dalam membangun wawasan baru dalam bidang pembinaan SDM yang sasaran-antaranya  ditujukan pada upaya pencerahan mentalitas moral dan budaya kerja, yang landasan filosofinya diorientasikan pada upaya peningkatan kinerja dan perbaikan etika kerja.

KATA PENUTUP.
           Atas perhatian Yth. Bapak Menteri Dalam Negeri dan Yth. para Gubernur, Bupati dan Walikota, jika dokumen ini sempat terbaca oleh para beliau lewat  penyampaian oleh para pengurus account yang bersangkutan,  Penulis/Penggagas mengucapkan banyak terima kasih.  Semoga product  system bidang Pembinaan SDM  ini bermanfaat  bagi kepentingan bangsa.  Insya Allah Tuhan akan memberikan balasan kebaikan kepada siapa yang berkiprah mengabdi untuk bangsa.   Aamiiin.                                                                  
                                                              
Salam hormat Penulis/Penggagas
                                                                   
                                                              Widjaja Kartadiredja / Letkol. Purnawirawan


 Laptop :    DUP 6a-PROFIL BUKU PANDUAN PROGRAM PELATIHAN KINERJA 


                                                                               ∏∏
Continue Reading...
 

www.widiakertapranata.com Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon