Rabu, 28 Mei 2014

KORUPSI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG AGAMA DAN NILAI-NILAI MORAL


KORUPSI
DILIHAT DARI SUDUT PANDANG AGAMA DAN NILAI-NILAI MORAL
Sebuah Renungan Menjelang Pelaksanaan Pemilu Nasional 2014
Upload Mey 29, 2014


Oleh :  widjaja kartadiredja

1.         Menjelang pelaksanaan Pemilu Nasional 2014 untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang tinggal menghitung hari, marilah kita renungkan masalah krusial yang dihadapi  bangsa Indonesia selama ini, yaitu masalah korupsi.  Korupsi adalah merupakan momok yang sangat menakutkan  bagi bangsa kita.  Orang sering mengatakan korupsi  telah membudaya di kalangan bangsa kita.  Tapi sebenarnya dengan sebutan “telah membudaya” mungkin kurang tepat, karena dengan sebutan ini justru dapat menggiring opini seolah masyarakat telah turut melegitimasi korupsi.  Padahal korupsi itu sendiri adalah kejahatanan yang sangat dibenci oleh masyarakat, dan harus terus dibenci untuk mengusirnya dari bumi Indonesia. 
2.         Dengan sebutan “telah membudaya”, barangkali karena ada  penyama-rataan perilaku antara “korupsi”   yang umumnya terjadi di tingkat kekuasaan  yang berdampak merugikan bangsa dan negara, dengan “ekses samping” di tingkat bawah yang mungkin lebih tepat disebut sebagai “penyimpangan terhadap peraturan yang berlaku”.  Adanya ekses samping di tingkat bawah adalah akibat tidak adanya keteladaan dan pengawasan dari  atas.  Dengan demikian untuk mencegah terjadinya “ekses samping” di tingkat bawah, esensinya harus didahului dengan adanya contoh keteladan dari pemegang kekuasaan yang ada di level atas, yaitu pejabat yang mencerminkan “track record” yang bersih, baik yang terkait dengan masalah korupsi atau pun masalah dedikasi, yang akan membawa konsekuensi berfungsinya faktor pengawasan dari atas ke bawah.  Di  bidang ketentaraan ada pepatah yang mengatakan “tidak ada prajurit yang jelek kecuali pimpinan”.  Pepatah ini bisa dijadikan pelajaran bahwa baik-buruknya moral bawahan adalah tidak terlepas dari tanggung-jawab pimpinan.     
3.         Jika dikaitkan dengan masalah potensi moral, sesungguhnya bangsa kita punya prospek yang sangat positif dalam pembangunan sumberdaya manusia, karena bangsa kita adalah bangsa yang “religius”. Tentunya semua ajaran agama meyakini bahwa korupsi adalah kejahatan yang sangat merugikan bangsa dan negara, yang dilarang dan dilaknat oleh Tuhan jika dilakukan, yang diancam dengan siksa atau adzab yang sangat keras.  Tapi kenapa korupsi itu justru makin meraja-lela? Barangkali penyebab yang paling krusial adalah karena faktor lingkungan yang terkait dengan lemahnya sistem manajemen, yang membuat hilangnya rasa takut sipelaku akan ancaman adzab dari Tuhan jika ada peluang untuk melakukan kejahatan. Disamping itu rendahnya nilai-nilai moral dan penghayatan agama sipelaku (koruptor) yang membuatnya tidak yakin bahwa adzab itu  akan terjadi.  Padahal  ancaman adzab sebagai janji Tuhan itu tidak  bisa didustakan, artinya ancaman adzab  itu pasti terjadi.    
4.         Dulu, di zaman orde baru ada Lembaga Penataran P-4 (Pemahaman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila) yang substansi materinya mengandung nilai-nilai pencerahan terhadap masalah mentalitas moral berdasarkan Pancasila sebagai ideologi Negara, tetapi kemudian (di zaman pemerintahan Gusdur) lembaga penataran itu dicabut, tanpa ada solusi penggantinya.  Waktu itu (ketika masih di zaman permerintahan Soeharto),  Penataran P-4 menjadi prasyarat bagi mereka yang duduk dalam jabatan di pemerintahan,  dan wajib diikuti oleh karyawan pemerintahan, kalangan perusahaan, dan kalangan masyarakat.  Mungkin akan dirasa ganjil kalau sekarang ada warga masyarakat yang masih mau menyinggung masalah lembaga penataran seperti ini, yang dianggap sebagai media untuk mencerdaskan masyarakat melalui pemahaman tentang  idiologi negaranya, yaitu Pancasila.  Tapi nyatanya memang lembaga penataran seperti ini sungguh sangat diperlukan, disamping untuk mencerdaskan masyarakat/bangsa di bidang ideologi, juga sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.  Ide-ide tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan masukan-masukan penting dari berbagai aspek terkait  dengan masalah mentalitas moral, bisa ditampung sebagai masukan berharga bagi kalangan pemerintahan. 
5.         Sekarang ini dipandang dari kebutuhan akan pembinaan mentalitas moral bagi kalangan masyarakat yang diprogramkan oleh pemerintah (semacam contoh Program Penataran P-4 yang diutarakan ini), pemerintah sudah tidak lagi memilikinya.  Tidak menutup kemungkinan, lembaga penataran semacam Penataran P-4 ini ke depan perlu dibangun kembali.
6.         Sebentar lagi bangsa kita akan melaksanakan  Pemilu Nasional 2014 untuk memilih Prediden dan Wakil Presiden periode 2014-2019.  Ini adalah  momen yang sangat penting untuk mempertaruhkan bangsa Indonesia memiliki seorang “pimpinan nasional yang sekaligus sebagai negarawan”.   Permasalahan krusial yang sangat berat yang dihadapi dalam  kepemimpinan di Indonesia adalah masalah kapabilitas pimpinan yang mampu atau berani membrantas korupsi sampai ke akar-akarnya tanpa pandang bulu.  Artinya prasyarat utama dari seorang pemimpin  yang didambakan rakyat adalah yang benar-benar  bersih “track recordnya” dari masalah korupsi, disamping punya karakter yang jujur, adil, pro rakyat, tegas,  dan tidak takut pada manusia melainkan takut pada Tuhan, yang dari sudut pandang religi pola hidupnya benar-benar berlandaskan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
7.     Do’a kita dalam menghadapi Pemilu Nasional 2014,  Semoga Tuhan yang Maha Kuasa menganugrahkan kepada bangsa Indonesia pimpinan  nasional yang didambakan rakyat yang mampu membangun Indonesia menjadi bangsa yang setara dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan bebas dari masalah korupsi. Aamiiin.
                                                     

Catatan :
            Nama file :  Sama dengan nama Judul.

Continue Reading...
 

www.widiakertapranata.com Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon