Rabu, 15 Juli 2015

TENTANG MALAM QODAR DAN HIKMAH RAMADHAN


TENTANG MALAM QODAR DAN HIKMAH RAMADHAN
(Tayangan ulang 29 Ramadhan 1436 Hijriyah)


Penulis :
H. Widjaja Kartadiredja


Bagi kaum muslimin dan muslimat yang sudah mentradisikan i’tikaf di masjid pada malam-malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan tak urung konsentrasi perhatiannya pada masalah “malam qodar” atau  yang lebih dikenal dengan sebutan “lailatul qadar”,  yang dalam Alqur’an Surat Al-Qadar dinyatakan   sebagai malam kemuliaan, malam yang lebih baik dari seribu bulan.  Malam qodar itu akan menjadi kesan paling indah di hati kaum Muslim dan Muslimat dalam  perjalanan ibadah di bulan suci Ramadhan, yang selalu ditunggu dan diburu kedatangannya.

Salah satu isyarat datangnya  malam qodar menurut keterangan sabda Rasulullah, diantaranya ialah :  beribadah di malam itu merasakan lezatnya ibadah, adanya ketenangan hati, dan adanya kenikmatan bermunajat kepada Allah Rabbul ‘Alamiin”.  Tanda lainnya  menurut  HR Muslim  adalah :  “bulan  tatkala  muncul berukuran  saparuh nampan, dan banyak lagi tanda-tanda yang musykil lainnya. Tanda-tanda itu seolah-olah menunjukkan  bahwa “substansi malam” punya makna yang spesifik  yang diyakini sebagai saat ijabah doa, yang membawa rahmat menuju   jalan  keselamatan untuk kehidupan di dunia dan di akhirat, yang mendatangkan suasana yang penuh kekhusuan untuk meraih  keridhaan Allah bagi hamba yang  dihatinya telah tertanam kuat  kadar  iman dan taqwa.  

Kenapa  malam qodar diberi sebutan sebagai  “malam yang lebih baik dari seribu bulan”?. Selain alasan Asbabun Nuzul,  tentunya secara logika adalah untuk memberi penekanan  makna ibadah  dipandang dari sisi kedalaman pengamalan dan  amaliahnya, yang ditandai dengan adanya waktu-waktu tertentu yang sangat dimuliakan.  Dalam hal ini malam qodar adalah  waktu  turunnya wahyu yang pertama (Alqur’an) dari Lauhil Mahfuzh lewat perantaraan Jibril di Gua Hira.   Juga  malam qodar itu pun turun saat  Nabi Musa berdialog dengan Tuhan di Bukit Thursina. 

 Karena  itu betapa mulianya malam qodar sebagai tonggak  peringatan terhadap waktu terjadinya masalah basar yang mengatur tentang kehidupan manusia dan tentang keyakinan terhadap hal-hal ghaib, sehingga malam qodar dinyatakan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Tapi sejauh mana mengimplementasikan  makna “lebih baik dari  seribu bulan”, inilah barangkali hal yang harus menjadi bahan kajian.

 Barangkali  fakta yang tak dapat dielak adalah tentang kebiasaan atau bahkan budayai bangsa kita yang cenderung  lebih bersifat “seremonial” dan “simbolis” ketimbang dari segi kinerja dan amaliahnya. Sebagai contoh, kalau dalam hal keagamaan  lebih mengutamakan ritualnya ketimbang mengutamakan amaliahnya, dan kalau dalam urusan kenegeraan dan kemasyarakat lebih mengutamakan seremonialnya dan simbolisnhya ketimbang mengutamakan kinerja dan kualitasnya.   Oleh karena itu usai Ramadhan tidak cukup hanya sampai pada pelaksanaan solat Idul Fitri, akan tapi harus berlanjut pada implementasi dari hikmah Ramadhan  yang dibawa dari perjuangan  meni rjalankan ibadah puasa sebulan penuh dan amalan-amalan ibadah lainya, dalam menghadapi ibulan-bulan paska Ramadhan.


Menurut keteragan dalam tafsir Jalalain  dalam Asbabun Nuzul Surat Al-Qadar, Imam Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadits melalui Mujadid yang telah menceritakan, bahwa di kalangan orang-orang Bani Israil terdapat seorang laki-laki yang setiap malam selalu salat hingga pagi hari, dan siang harinya selalu berjihad melawan musuh-musuh Allah hingga sore harinya.  Hal tersebut dilakukannya selama  seribu bulan terus-menerus. Maka  Allah menurunkan firman-Nya :  “Lailatul Qadar atau malam kemuliaan, itu  lebih baik dari seribu bulan”. Maksudnya beramal saleh  pada malam Lailatul Qadar lebih baik dan lebih besar  pahalanya dari pada amalan yang dilakukan dalam  seribu bulan oleh laki-laki dari Bani Israil itu.

Kenapa  malam qodar diberi sebutan sebagai  “malam yang lebih baik dari seribu bulan”?. Selain alasan Asbabun Nuzul,  tentunya secara logika adalah untuk memberi penekanan  makna ibadah  dipandang dari sisi kedalaman pengamalannya dan  amaliahnya, yang ditandai dengan adanya waktu-waktu tertentu yang sangat dimuliakan.  Dalam hal ini malam qodar adalah  waktu  turunnya wahyu yang pertama (Alqur’an) dari Lauhil Mahfuzh lewat perantaraan Jibril di Gua Hira.   Juga  malam qodar itu pun turun saat  Nabi Musa berdialog dengan Tuhan di Bukit Thursina.  

Karena  itu tentunya betapa mulianya malam qodar sebagai tonggak  peringatan terhadap waktu terjadinya masalah basar yang mengatur tentang kehidupan manusia dan tentang keyakinan terhadap hal-hal ghaib, yang  sangat logis kalau malam kodar dinyatakan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Tapi sejauh mana mengimplementasikan  makna “lebih baik dari  seribu bulan”, inilah barangkali hal yang harus menjadi bahan kajian.

 Barangkali  fakta yang tak dapat dielak adalah tentang kebiasaan, atau bahkan budaya, dari bangsa kita yang cenderung  lebih bersifat “seremonial” dan “simbolis”. Sebagai contoh, kalau dalam hal keagamaan  lebih mengutamakan ritualnya ketimbang mengutamakan amaliahnya, dan kalau dalam urusan kenegeraan dan kemasyarakat lebih mengutamakan seremonialnya dan simbolisnhya ketimbang mengutamakan kinerja dan kualitasnya.   Oleh karena itu usai Ramadhan tidak cukup hanya sampai pada pelaksanaan solat Id, akan tapi harus berlanjut pada implementasi hikmah Ramadhan  yang dibawa dari perjuangan  menjalankan ibadah puasa sebulan penuh dan amalan-amalan ibadah lainya, dalam menghadapi bulan-bulan paska Ramadhan.

Kesan paling indah yang pasti dirasakan paska Ramadhan oleh kaum Muslimin dan Muslimat di manapun berada, yaitu :   pertama, selain adanya  rasa puas  karena telah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, kedua karena   telah melewati puncak-puncak malam  pada 10 hari terakhir bulan suci Ramadan khusus bagi yang mentradisikan menjalankan i’ tikaf di masjid, yang salah satu malam diantaranya mungkin  saja itu adalah “malam qodar”,insya Allah keduanya akan membawa pasan Ramadhan sebagai bekal ruhaniah untuk menata kehidupan yang lebih baik di bulan-bulan mendatang.       

  
Salah satu isyarat datangnya  malam qodar menurut keterangan beberapa  sabda Rasulullah, diantaranya ialah :  beribadah di malam itu merasakan lezatnya ibadah, adanya ketenangan hati, dan adanya kenikmatan bermunajat kepada Allah Rabbul ‘Alamiin”.  Tanda lainnya  menurut  HR Muslim  adalah :  “bulan  tatkala  muncul berukuran  saparuh nampan, dan banyak lagi tanda-tanda yang musykil lainnya.
Tanda-tanda itu seolah-olah menunjukkan  bahwa “substansi malam” punya makna yang specific, yang diyakini sebagai saat ijabah doa, yang membawa rahmat menuju jalan  keselamatan untuk kehidupan di dunia dan di akhirat, yang mendatangkan suasana yang penuh kekhusuan untuk meraih  keridhaan Allah bagi hamba yang  dihatinya telah tertanam kuat  kadar  iman dan taqwa.  
Malam qodar yang umumnya di sebut Lailatul Qadr itu hanya datang di bulan Suci Ramadhan, di salah satu malam pada 10 hari terakhir  Ramadhan.   Namun demikian bagi kaum Muslimin yang taat, Allah SWT membukakan pintu langit bagi hamba-hamba-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan bermunajat, yakni melalui qiyamul lail dan  solat tahajud  di sepertiga malam terakhir pada setiap malam di luar Ramadhan.   Kiranya moment dari ibadah ini dapat dimaknai sebagai pengganti malam qodar yang datangnya hanya setahun sekali di bulan Suci Ramadhan.   
 Dalam Alqur’an (QS. 2 :  186) Allah berfirman : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat.  Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku ......” Karena itu kesan indah tentang “malam qodar” itu mudah-mudahan dapat dimanifestasikan dalam  bentuk penanaman kebiasaan bangun malam untuk menjalankan  solat  tahajud, yang harus dapat dilakukan dengan istiqomah.
Tiap Ramadhan tiba rasanya bulan itu berlalu begitu cepat untuk segera  kembali meninggalkan kita, dan tentunya  saat berlalunya bulan itu di hati kita pun  akan terucap kata “Selamat tinggal Ramadhan”  sebagai pesan kerinduan pada bulan itu, yang tahun depan bulan itu belum tentu masih akan dijumpai lagi.    Karena itu  hendaknya kita  jadikan puncak malam pada bulan-bulan di luar Ramadhan benar-benar dijadikan sebagai pengganti “malam qodar” tempat  meraih rahmat pada sepertiga malam terakhir saat  turunnya rahmat ke langit dunia hingga terbit fajar.
                 
Kenapa  malam qodar diberi sebutan simbolis” sebagai  “malam yang lebih baik dari seribu bulan”, tentunya untuk memberi penekanan makna  ibadah  dipandang dari sisi kedalaman pengamalannya dan amaliahnya.        Karena itu dengan puasa Ramadhan  sebulan penuh, dan   pesan yang dibawa lewat  keistimewaan “lailatul qadr” hendaknya kaum  Muslimin dan Muslimat  di  mana pun berada benar-benar merasa memperoleh pesan ruhaniah untuk meningkatkan perubahan mentalitas dan kinerja dalam kehidupan amaliah kesehariannya di luar bulan  suci Ramadhan.   Dengan demikian terdapat  keselarasan dan  keseimbangan antara segi  ritual ibadah dan  segi amaliahnya, sebab sudah menjadi sebuah adagium dalam kehidupan khususnya bagi kaum Muslimin dan Muslimat,  bahwa sebaik-baik manusia selain taqwa,  adalah bermanfaat bagi sesamanya.
Lebih jauh rujukan yang harus dipegang dalam sikap hidup yang berkeselarasan antara lahiriah dan ruhaniah, sebagai hikmah  Ramadhan  yang harus membekas dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah firman Allah dalam Surat Al-Qashash (QS. 28) ayat 77 yang mengandung 3 pilar utama, yaitu :  1)  adanya sikap hidup yang berkeseimbangan antara  tujuan kepetingan dunia dan tujuan kepetingan akhIrat;  2)  selalu melakukan kebaikan yang  disebut  ”ikhsan” dan orangnya  disebut “mukhsin”;  3) tidak membuat kerusakan, baik yang ada kaitan dengan alam lingkungan, nilai-nilai akhlak dan moral, dan aspek-aspek kehidupan lainnya  termasuk dalam menjalankan tatanan kehidupan bangsa dan negara oleh para penguasa.  
Demikian gambaran malam qodar dan hikmah Ramadhan. Semoga bermanfaat,  Amiin yaa Rabbal ‘alamiin.
Penulis, Penyusun  “Ebook Kinerja” dan “Nilai-nilai Religi” di sebuah Website, tinggal di Kota Cimahi, Jawa Barat.



Continue Reading...
 

www.widiakertapranata.com Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon