Senin, 04 November 2013

NILAI-NILAI RELIGI 19a


          Upload November 4, 2013
        38/33
             Naskah Khutbah Jum’at :
MAKNA DI BALIK PERGANTIAN TAHUN BARU  HIJRIYAH (1435)
Disusun oleh :  H. Widjaja Kartadiredja
                          
Ayat Alqur’an yang dibaca pada Mukadimah Khutbah Jum’at :
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur  Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
(Artinya : ‘Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (hari akhirat), dan betakwalah kepada Allah.  Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan‘.  QS.59 : 18).
Hadirin sidang jum’at rahimakumullah,
       Dalam kalender Islam tanggal 5 November 2013 adalah tahun baru Hijriyah 1 Muharam 1435.   Kurang dari sebulan lagi, dalam kalender Masehi, kita pun akan memasuki tahun baru 1 Januari 2014.  Kedua tahun baru ini baik tahun baru Hijriyah maupun tahun baru Masehi, hendaknya tidak untuk diperingati dengan berlebihan, melainkan hanya untuk mensyukuri  dan memetik makna  di balik pergantian tahun untuk dijadikan tonggak perubahan menuju perbaikan tatanan kehidupan bangsa, yang berlandaskan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan di tahun-tahun mendatang. 
       Sudah jadi kebiasaan bangsa kita dalam menyambut pergantian tahun,  terutama tahun baru Masehi, dilakukan dengan berlebihan oleh sebagian kalangan masyarakat termasuk kalangan anak-anak muda, yaitu dalam bentuk kegiatan yang sifatnya pesta-pora.  Dalam kondisi bangsa sekarang ini tentunya cara yang demikian itu dapat diartikan sebagai tradisi yang kurang atau bahkan tidak membawa maslahat, kerena tujuannya bukan untuk pesta pora, melainkan sebagai bentuk pernyataan rasa syukur atas nikmat yang dianugrahkan Allah kepada kita,  yang banyak tidak disyukuri selama ini.  Maka dari itu, khusus bagi kaum muslimin,  setiap datangnya tahun baru, baik tahun baru Masehi maupun tahun baru Hijriyah, hendaknya disikapi sebagai upaya pengingat  untuk mensyukuri dan memperbaiki perjalanan hidup kita di tahun-tahun mendatang, baik dari segi kepentingan urusan dunia maupun urusan yang bersifat ukhrawi.
       Sebagai salah satu acuan dalam  menyongsong tahun-tahun baru ke depan, dalam Surat Al-Hasyr (QS. 59) ayat 18 Allah telah mengingatkan orang-orang yang beriman untuk menyiapkan bekal di hari esok (hari akhirat) dengan firman-Nya :
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ

Artinya : ‘Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (hari akhirat), dan betakwalah kepada Allah.  Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan‘ (QS.59 : 18).
      Ayat inilah hendaknya yang mestinya dipakai sebagai acuan dalam memperingati pergantian tahun, dan bukan dengan pesta pora  yang justru dapat melupakan tujuan utamanya.  Ayat ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang beriman untuk meningkatkan ketakwaan dan bersiap diri untuk bekal di hari kemudian, karena sesungguhnya Allah mengawasi dengan sangat teliti apa yang dikerjakan oleh hamba-hambaNya.
       Tahun baru Hijriyah ditetapkan dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dari Makkah ke Madinah dalam perjuangan menegakkan Islam. Tujuan hijrah pada waktu itu ialah untuk menghidari penganiayaan yang sangat berat dari kaum musyrikin kepada pemeluk Islam di Makkah, dan mencari basis yang kuat untuk melaksanakan da’wah menyebarkan agama Islam.
        Istilah hijrah oleh kalangan ulama salaf  kemudian tidak hanya diartikan sebagai perpindahan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain, tapi dikembangkan ke dalam tiga  pengertian, yaitu :  1)  hijrah tempat, 2)  hijrah amal, dan 3)  hijrah pelaku kemaksiatan. 
Hijrah tempat : maksudnya berpindahnya seseorang dari suatu tempat yang banyak terdapat kemaksiatan dan kefasikan, ke tempat  yang tidak ada kemaksiatan dan kefasikan; hijrah dari negara kafir ke negara yang tidak ada kekafiran, dan hijrah yang paling besar adalah hijrah dari negara kafir ke negara Islam. Ulama menyebutkan wajib hukumnya hijrah dari negara kafir ke negara Islam, apabila seseorang tidak mampu menampakkan agamanya.  Namun apabila mampu menampakkan agamanya hijrah tidak wajib akan tetapi sunat hukumnya.
Hijrah amal :  maksudnya hijrahnya seseorang dari segala yang dilarang Allah dari maksiat dan kefasikan.  Sebagai contoh, seperti dimaksud dalam sabda Nabi SAW yang artinya :  Orang muslim adalah orang yang orang muslim lainnya selamat dari lisannya, dan tangannya, dan muhajir adalah orang yang berhijrah dari segala larangan  Allah.
Hijrah pelaku kemaksiatan :  maksudnya  menghijrahkan mereka yang melakukan tindakan kejahatan apabila ada kemaslahatan, sehingga kembali ke jalan yang benar. 
      Ketiga macam pengertian hijrah ini merupakan tindakan mulia yang jika dapat dijalankan  dapat dikategorikan sebagai jihad fisabililah.    
      Sekarang marilah kita lihat fenomena dalam kehidupan manusia di jaman sekarang untuk diantisipasi, agar tujuan kearah  perbaikan di tahun mendatang diketahui penghalang utamanya.  Bahwa   godaan yang paling besar yang melanda umat manusia, lebih-lebih di abad modern yang serba benda sekarang ini, adalah godaan duniawi.  Manusia seolah sudah demikian larut dengan keinginan untuk meraup segala kenikmatan materi, yang membuat hidupnya cenderung lebih mengutamakan kepentingan dunia ketimbang kepentingan akhirat, atau bahkan meninggalkan akhirat.   Sikap hidup seperti ini dalam Alqur’an dinamakan hubbud dunya, yang artinya cinta dunia.
        Mengapa sifat hubbud dunya harus menjadi objek bahasan dalam kaitan dengan perbaikan kehidupan umat manusia ?  Jawabannya adalah karena hubud dunya adalah perilaku manusia yang akan membawa pelakunya bersifat tamak dan rakus.  Sifat tamak dan rakus dari segi religi tidak hanya akan merugikan pelakunya sendiri, akan tapi juga masyarakat akan terkena dampaknya. Kejahatan korupsi misalnya,  tidak mungkin akan dilakukan oleh orang-orang yang punya sifat konaah, kecuali oleh orang-orang yang tamak dan rakus.  Mereka-mereka itu dalam Alqur’an digolonngkan kedalam orang-orang yang celaka sebagaimana firman Allah dalam  Surat Ibrahim ayat 2 dan 3 yang berbunyi :
Allaahil ladzii lahuu maa fis samaawaati wa maa fil ardhi, wa wailul lil kaafiriina min ‘adzaabin syaadiid.  Alladziina yastahibbuunal hayatad’ dunyaa ‘alal aakhirati wa yashuduuna ‘an sabiilillaahi wa yabghuunahaa ‘iwaja,  ulaa-ika fii dhaalalim ba’iid.
Artinya : Allah-lah yang memiliki segala yang ada di langit dan di bumi.  Dan celakalah orang yang ingkar kepada tuhan (kafirin) karena siksaan yang sangat pedih, (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan  dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan menghandaki jalan yang bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.(QS.14: 2-3).
       Manusia dikatakan dalam keimanan, apabila ia beriman kepada Allah dan hari akhir.  Iman kepada Allah tanpa diiringi dengan iman kepada hari akhir,  atau lupa pada hari kebangkitan, adalah pengingkaran terhadap keimanan. Allah SWT menyamakan orang-orang yang seperti ini sebagi orang-orang  celaka sepeprti yang ditegaskan dalam ayat tadi, ‘wa wailul lil kaafiriina min adzabin syaadiid’ (celakahah orang-orang yang ingkar kepada Tuhan kerena siksaan yang sangat berat).   
       Memahami tuntunan para ulama salaf dalam pandangannya tentang pengertian hijrah dengan dihadapkan pada fenomena kehidupan manusia yang dijelaskan tadi, maka sikap yang harus sama-sama dilakukan oleh setiap muslim khususnya dalam momentum pergantian Tahun Hijriyah, adalah :   Memahami makna hijrah sebagai upaya meninggalkan perilaku yang buruk menuju perilaku yang baik, yang akan mendapatkan ridha Allah dalam segala aspek, untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat, dan menciptakan tatanan kehidupan bangsa yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafuur.
       Sebagai konsekuensinya, maka setiap muslim berkewajiban mewujudkan pemahaman tersebut dalam dirinya dengan tindakan nyata dalam bentuk memerangi hawa nafsu dalam diri, atau dengan kata lain  bisa dipertegas dengan sebutan melakukan jihad terhadap diri sendiri.
      Sebagai contoh misalnya, katakan dalam hati :   “Kalau selama ini saya adalah seotang hakim yang zalim yang dimurkai Allah,  maka sekarang juga saya harus menjadi hakim yang adil dalam menjalankan yang diamanatkan Tuhan pada saya di atas sumpah, demi mendapatkan keselamatan diri dari murka Allah ; “Kalau selama ini saya adalah  pejabat yang tidak amanah yang tidak disukai rakyat dan dibenci Allah, maka sekarang juga saya harus menjadi pejabat yang amanah untuk keselamatan diri dari laknat Allah dan demi kesejahteraan rakyat yang harus saya pertanggung-jawabkan kelak di hadapan Tuhan, ;  dan seterusnya, dan seterusnya.
      Demikian naskah khutbah Jum’at  yang disajikan melalui website. Penulis akan sangat berterima kasih kepada pembaca yang dapat menebarkan tautan ini kepada teman di mana pun berada untuk penyebar-luasan  syiar ini lewat khutbah Jum’at.
       Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan-Nya agar bangsa kita mampu memperbaki tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan nilai-nilai  keimanan dan ketaqwaan.  Amiin yaa rabbal ‘alamiin. **

Barakalaahu lii wa lakum fil Qur’aanil adhiim, wa  nafaanii wa iyyaakum bimaa fiihi minal aayaati  wadz-dzikril hakim.  Wa taqabbala minnii wa minkum,  tilaa watahu  innahu huwas-samii ’ul aliim. 

Continue Reading...
 

www.widiakertapranata.com Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon