Sabtu, 06 Juni 2015

PERLU MEMBANGUN WAWASAN BARU DALAM BIDANG PEMBINAAN SDM




Koridor :    Pencerahan Mentalitas Moral dan Budaya Kerja.

PERLU MEMBANGUN WAWASAN BARU
DALAM   BIDANG PEMBINAAN SDM

Penulis :  Widjaja Kartadiredja
(Penulis e-book Kinerja di sebuah Website, tinggal di Kota Cimahi, Jawa Barat).

Latar belakang Pemikiran. 
          Dua potensi manusia yang diyakini sebagai prayarat paling mendasar untuk tegaknya suatu peradaban, adalah masalah “mentalitas moral” dan “budaya kerja”. Kedua potensi ini dapat menentukan baik buruknya peradaban dan jadi pertanda untuk mengukur baik-buruknya kemajuan suatu bangsa.
          Dalam agama manapun diajarkan, bahwa kedua potensi tersebut  harus dibangun dalam diri manusia, agar menjadi manusia yang  berahlak dan beramal sholeh. Karenanya jika kedua potensi ini tidak mendapatkan pembinaan yang baik secara normatf, tidak mustahil akan lahir generasi bangsa yang tidak berperadaban.
          Kalau kita cermati kondisi bangsa sejak Indonesia merdeka yang telah berjalan  hampir 70 tahun, dipandang dari segi mentalitas moral dapat kita asumsikan bahwa karakter bangsa nyaris tidak mengalami perubahan dan bahkan bertendensi semakin bertambah rentan terhadap pengaruh-pengaruh luar yang dapat merusak dan memporak-porandakan ketahanan moral.  Begitu halnya dengan budaya kerja, tidak salah, dan dapat dimaklumi kalau  kita katakan bangsa kita terkesan jadi bangsa yang malas, tidak produktif, dan rendah kinerja.
          Permasalahan yang sangat krusial ini harus benar-benar “jadi bahan koreksi dan mawas diri” bagi semua kalangan.
Fenomena terkait Karakter Bangsa.
          Untuk memberikan gambaran kondisi bangsa terkait mentalitas moral dan budaya kerja,  perlu dilihat dampak negatifnya lebih jauh, untuk dijadikan bahan kajian dalam mencarikan solusi yang tepat untuk memperbaikinya. Dibawah ini lebih jauh dijelaskan sebagai berikut: 
Pertama, dampak buruk yang diyakini sebagai akibat dari kelemahan mentalitas moral adalah : 1)  makin meraja-lelanya kejahatan korupsi yang membuat rakyat bertambah miskin; 2) mewabahnya barang haram yang mengancam kerusakan moral generasi muda dan masa depan bangsa,  yaitu narkoba yang kini pemerintah sudah menetapkan Indonesia dalam tingkat “darurat narkoba”, namun belum ada gebrakan dari tindakan represif yang membuat para penjahat narkona berhenti beroperasi, bisa jadi karena rendahnya hukuman yang diberikan pada pelaku; 3) merebaknya prostitusi dan kejahatan seksual yang masih dalam “pembiaran” dan masih dijadikan ajang polemik, padahal perbuatan tersebut jelas-jelas perbuatan haram yang dimurkai Allah; dan 4) nafsu hedonistis dan senang  hidup berlebih-lebihan di tengah  kehidupan rakyat yang tengah didera kemiskinan, dan tidak bermawas diri dalam kondisi bangsa yang penuh keprihatinan. 
Kedua, dampak buruk dari segi kelemahan budaya kerja dapat dilihat dari indiksasi-indikasi sebagai berikut : 1) makin lunturnya nilai-nilai pengabdian terutama  di kalangan pegawai/tenaga kerja baik di jajaran pemerintahan ataupun perusahaan; 2) rendahnya nilai kinerja dan kurang tertarik pada upaya-upaya perbaikan sistem;  3) kerja asal-asalan dan cari gampangnya; dan 4) meremehkan tanggung jawab. 
          Hal yang juga harus jadi bahan mawas diri bagi semua kalangan, adalah bahwa bangsa ini membutuhkan nilai-nilai keteladanan dari para pejabat nepara dan pemegang kekuasaan, baik dari kalangan elit politik, pejabat lembaga negara, dan para pimpinan pemerintahan di pusat dan di daerah. Kata kunci untuk mengembalikan kepercayaan dan menanamkan kepengikutan dalam kepemimpinan, yang terkadang bisa lunturnya  kepercayaan rakyat, adalah “ada atau tidaknya nilai-nilai keteladanan” pada diri seorang sosok atau  pejabat negara yang seharusnya jadi panutan. 
Sebab utama porak-porandanya mentalitas moral dan budaya kerja.
          Sebab utama porak-porandanya mentalitas moral, diprediksi kuat karena pengaruh faham kapitalistisme dan neoliberal yang berlandaskan budaya materialistis, yang di balik aktivitasnya punya misi tertentu yang oleh seorang pakar ekonomi kerakyatan secara simbolis dikatakan “yang kuat memangsa yang lemah”, dan dalam kehidupan sosialnya bersifat egoist, mengutamakan kepentingan pribadi, mengesampingkan kepentingan umum dan mengabaikan nilai-nilai moral.   Puncaknya dirasakan di “era globalisasi” sekarang ini.
          Dalam Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 dalam Sidang Panitia Persiapan Penyelidik Kemerdekaan Indonesia untuk menyusun Konstitusi sebelum hari Proklamasi 17/8/1945, Bung Karno sudah memperingatkan untuk menjauhi faham kapitalisme, dimana  peringatan ini hendaknya dijadikan catatan penting untuk mendapatkan perhatian.     
Deskripsi Wawasan baru dalam bidang Pembinaan SDM.
 Kesimpulan dari pengamatan sektoral tentang kondisi bangsa, menunjukkan  betapa lemah mentalitas moral dan budaya kerja pada sebagian kalangan bangsa kita, yang diprediksi kuat penyebabnya adalah akibat pengaruh faham kapitalistisme dan budaya materialistis.  Sangat diharapkan manusia Indonesia punya daya tangkal untuk memerangi kedua isme tersebut, agar dijauhkan dari karakter bangsa yang cenderung egoist,  abai pada kepentingan umum, korup, dan senang hidup berlebih-lebihan, disamping malas, tidak produktif,  dan minus keteladanan. Fenomena yang diungkapkan  dalam tulisan ini dan atau tulisan-tulisan lain pada dasarnya harus disikapi dengan program pembinaan yang tidak keluar dari koridor/tema pokok tentang “pencerahan mentalitas moral dan budaya kerja”, yang tentunya tujuannya akan sejalan dengan tujuan “revolusi mental” yang pernah dicanangkan oleh Bapak Presiden Jokowi di awal pemerintahannya.
Solusi yang yang disarankan adalah perlunya  membenahi sistem HRM yang tujuannya utuk merubah perspektif atau pola pandang baru dalam bidang pembinaan SDM  yang landasan filosofinya diorientasikan pada upaya  peningkatan kinerja dan perbaikan etika kerja. 
Membangun wawasan baru dalam bidang pembinan SDM, sama halnya dengan membenahi dan meningkatkan peran sistem HRM jika pernah “termarginalkan” dalam manajemen pemerintahan khususnya dalam bidang “human resources”, menuju peningkatan kualitas SDM, yang berbasiskan mentalitas moral dan budaya kerja. Membangun wawasan baru dalam bidang pembinaan SDM adalah tugas  pokok para Manajer HRM di setiap lembaga/institusi baik di jajaran pemerintahan maupun perusahaan.         Referensi : Princeples for Implementing a Human Resources Management Policy, Thomson CSF Cooperation, Perancis.   


Continue Reading...
 

www.widiakertapranata.com Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon